Memasuki bulan Juni, persiapan TOP sedikit direm karena kami perlu fokus menghadapi Penilaian Akhir Tahun (PAT), dan setelahnya kami mulai kerja gila-gilaan. Rasanya waktu berjalan begitu cepat, tahu-tahu udah H-2 acara puncak. Padahal rasanya baru kemaren Faiz dan Lala nawarin gue jadi Kadiv, eeeeeh hari ini truk-truk yang membawa rangka panggung dan sound system udah keluar-masuk sekolah aja.
Anak-anak Dekor sama Logistik pada sibuk ngukur panggung, ticket box, dan mengeksekusi konsep yang udah kami buat dari jauh-jauh hari. Anak-anak Dokumentasi mulai berpencar, mencari objek untuk dibidik lewat lensa kamera sebagai bahan untuk after film. Dan anak-anak Acara yang kerjasama bareng Humas ngurusin hotel buat bintang tamu, ngurusin transportasi buat antar-jemput, ngontakin bintang tamu, berkali-kali memastikan rundown, sampai bikin plan alternatif demi meminimalisir hal di luar kendali yang bisa saja terjadi.
TOP tahun ini nggak pakai EO kayak tahun kemaren, karena kami sepakat pengen mengerjakannya sendiri. Mulai dari konsep hingga acara selesai nanti. Setelah hampir enam bulan penuh gue bergabung dalam kepanitiaan ini, menyumbang ide, tenaga, dan materi, gue menyadari satu hal. Bazaar sekolah itu banyak banget manfaatnya buat para siswa. Selain menambah banyak teman, para siswa juga belajar bagaimana planning, organizing, actuating, controlling, dan evaluating diaplikasikan dalam sebuah tim. Belajar bagaimana cara menghargai ketika pendapat teman berbeda dengan pendapat kita, juga belajar bagaimana cara menekan ego demi mencapai mufakat.
Pihak sekolah untungnya suportif, dan mengizinkan kami menginap rame-rame di sekolah. Guru-guru juga ikut mengawasi dan berbaur bersama panitia. Ah, gue akan mengenang ini sebagai pengalaman yang nggak akan terlupakan.
"Ray!" Gue menoleh dan mendapati Utuy tengah berjalan menghampiri gue sambil menenteng sebuah goodie bag.
"Apaan?" Gue bertanya bingung saat Utuy menyodorkan goodie bag yang dibawanya.
"Dari emak lo! Makanya, punya HP tuh dipake!" Jawabnya sewot.
Gue menepuk dahi, "astaga! Gue lupa nyabut HP dari sore!"
Dengan cepat gue berdiri dan berlari ke pojok depan kelas. Mencabut handphone yang gue charge sejak sore tadi.
"Lo tuh kebiasaan, baterai HP sampe kosong banget terus di-charge berjam-jam sampe lupa dicabut. Rusak, bego!" Utuy ngomel.
"Hmm," gue hanya membalasnya dengan gumaman dan mulai menyalakan handphone.
"Nih, makan dulu!" Goodie bag yang belum sempat gue terima, kembali disodorkan Utuy.
Gue tersenyum lebar sambil cengengesan. "Hehehehe, makasih ya bray!"
"Mau gimana lo kalau nggak ada gue?" Dia bertanya pongah yang kemudian gue balas dengan cebikan.
Mata gue mencari space kosong yang sekiranya bisa buat duduk di antara karton duplek, styrofoam, kardus, kertas warna, dan kaleng cat yang berserakan di sana-sini.
"Rakha gimana? Dia udah makan belum?" Gue mulai mengeluarkan isi goodie bag yang katanya dititipkan Mama setelah mendaratkan bokong di atas lantai beralas kardus yang nggak terpakai.
"Lagi makan juga bareng Abi."
"Lolo sama Nino? Mereka pulang atau makan di sini juga?"
Utuy mengambil alih kotak Tupperware yang hendak gue buka, dan membukanya tanpa diminta. "Udeh, pikirin perut lo dulu. Orang lain aman, tenang aja." Dia menyerahkan kembali Tupperware yang udah dibukanya. Dan tak lupa mengangsurkan sendok dengan gerakan tidak sabar.
Gue terkekeh, "iye ... iye."
Gue menyendok nasi dan tumis daging buatan Mama. "Lo sendiri udah makan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] The Book of Us: YOUTH, DREAM.
Teen Fiction[Completed] [Seri ke-tiga The Book of Us] Our dream begin in youth.