Ada satu ayat dalam Al-Qur'an yang gue suka banget artinya.
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Siang dan malam, gelap dan terang, panas dan hujan, begitu pula dengan kesulitan yang pasti berpasangan dengan kemudahan.
Ayat ini juga yang membuat gue nggak berlarut-larut dalam kesedihan. Meskipun nggak sepenuhnya hilang, seenggaknya gue merasa lebih baik. Banyak jalan menuju Roma. Allah is the best planner.
Gue selalu nggak percaya kalau gue bisa berada di titik ikhlas. Jujur sulit. Apalagi kalau mengingat ke belakang, gue merasa Allah kasih gue cobaan yang beraaaaat banget. Bertubi-tubi tanpa jeda. But surprisingly gue bisa melewati semuanya. Dan percaya atau enggak, Allah menggantinya dengan kebahagiaan yang nggak terkira.
Allah kasih gue keluarga yang sayang sama gue. Allah kasih gue sahabat-sahabat yang baik. Allah kasih gue nikmat sehat dan gue masih bisa menghirup oksigen sebanyak yang gue mau.
Nggak cukup sampai di situ. Allah terus-menerus ngasih gue kejutan yang membahagiakan. Gue lolos di semua ujian mandiri yang gue ikuti. Beneran semuanya. Gue juga dibuat bengong saking nggak percayanya.
Mama, Papa, Rakha, dan Mas Janu senang bukan main. Begitu juga para sahabat, Om, dan Tante. Mereka bahkan kompak membuat perayaan atas pencapaian ini.
Pilihan gue jatuh pada Teknik Infrastruktur Lingkungan UGM. Gue mantap dan yakin memilih program studi tersebut setelah membuat mind map tentang hidup gue hingga sepuluh tahun ke depan. Seperti yang dikatakan Mas Janu, what can I do with my knowledge and capability in the future? Gue menuliskan hal-hal apa saja yang gue sukai, apa kelebihan gue, dan apa yang ingin gue eksplor. Kemudian gue mengelompokkannya, membuat rencana, strategi, dan menentukan goals apa yang ingin gue capai.
Gue juga mencari tahu tentang revolusi industri 4.0 yang pernah Rakha jelaskan sebelumnya. Kemudian pilihan itu diperkuat lagi setelah gue mempelajari SDGs*.
Di masa depan, gue punya banyak mimpi. Salah satunya adalah keinginan untuk turut andil dalam pembangunan yang berkelanjutan. Terutama dalam hal pemenuhan akses air bersih dan sanitasi. Dan masuk ke Teknik Infrastruktur Lingkungan adalah salah satu jalan yang bisa gue tempuh untuk merealisasikan mimpi tersebut.
Gue masih ingat, waktu kelas XI, gue diajak Mas Janu ke acara seminar yang diadakan kakak-kakak Teknik Lingkungan ITB dalam rangka perayaan Hari Bumi. Kalau nggak salah nama acaranya Environmentalks. Acara itu berbicara mengenai program 100-0-100 milik pemerintah. Program 100-0-100 ini merupakan sebuah program menuju pemenuhan target tiga sektor, antara lain pemenuhan 100 persen akses layak air minum, pengurangan kawasan kumuh menjadi 0 persen, dan pemenuhan 100 persen akses sanitasi layak. Terus katanya, proyeksi berdasarakan BAU (Business as Usual) menunjukkan bahwa masih akan ada 70 juta orang tanpa akses air minum yang layak jika skenario percepatan pembangunan akses nggak dilakukan (intervention scenario).
Ah, omong-omong soal Mas Janu, keberangkatannya ke UK lebih cepat dari rencana. Kemarin, kami mengantarnya ke bandara. Sedih pasti, tapi perasaan bangga lebih menyelimuti.
Mas Janu tuh apa, ya? Too good to be true banget. Kayak tokoh novel yang cuma ada dalam imajinasi. Pinter, soleh, santun, ramah, ganteng (oke lah gue akui), family man, nggak pelit, punya visi, terstruktur dan terencana, berjiwa kepemimpinan, inovatif, kreatif, solutif, pendengar dan pembicara yang baik, skor TOEFL dan IELTS-nya patut diacungi jempol, menguasai tiga bahasa asing (Inggris, Jerman, dan Jepang), jago me-manage waktu dan keuangan, nggak pernah terlibat tindak kriminal, nggak pakai narkoba, bisa nyetir (matic dan manual), bisa naik motor (matic, gigi, dan kopling), punya SIM A dan SIM C, hapal jalan dan jago baca maps, bisa diandalkan dalam pekerjaan domestik (nyuci piring, nyuci baju, nyetrika, nyapu, ngepel, ngosrek kamar mandi, masak, pasang gas, angkat galon, pasang lampu, milah sampah, bunuh kecoa, dan juga nangkep tikus). Pokoknya udah spek idaman mertua banget. Cuma belum PNS aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] The Book of Us: YOUTH, DREAM.
Teen Fiction[Completed] [Seri ke-tiga The Book of Us] Our dream begin in youth.