Papa membangunkan gue menjelang Subuh, dan Yangkung udah nggak ada. Semuanya berjalan begitu cepat. Yangkung dibawa pulang ke rumah, kemudian dimandikan dan disalatkan. Dan sesuai permintaannya, Yangkung dimakamkan di sebelah pusara Tante Naya dan Om Tian.
Gue masih nggak percaya. Padahal kemarin pagi kami masih video call, dan hari ini Yangkung udah nggak ada. Bahkan saat gue mengantar ke tempat peristirahatan terakhirnya, melihat jasad Yangkung yang sudah terbungkus kain kafan ditimpa dengan tanah, gue masih nggak percaya.
Perasaan gue benar-benar nggak keruan. Sedih, takut, kangen, dan kehilangan campur aduk jadi satu. Dari Subuh sampai sekarang gue duduk di samping pusara Yangkung, perasaan itu nggak kunjung surut.
"Mau sampai kapan lo di sini? Udah mau sore, orang-orang udah pulang dari tadi. Mending kita pulang dulu. Lo juga belom makan apa-apa dari malem."
Lagi-lagi, ajakan pulang dari Mas Janu hanya gue jawab dengan gelengan kepala. Entah berapa puluh kali Mas Janu ngajakin gue pulang, tapi gue enggan beranjak.
"Mungkin di antara gue, Rakha, lo, dan Rumi, lo yang paling deket sama Yangkung. Tapi percayalah Ray, kita semua juga sedih. Kita semua kehilangan."
Kepala gue terangkat. Gue menatap kosong Mas Janu.
"Sekarang, yang harus kita lakukan adalah doain Yangkung. Minta sama Allah supaya Yangkung diberi tempat terbaik, dilapangkan dan diterangkan kuburnya, dan diterima semua amal juga ibadahnya."
Mendengar Mas Janu berkata demikian, mata gue kembali menganak sungai. "Gue nggak siap, Mas."
Mas Janu tersenyum kecut. "Lo tahu nggak, kenapa setiap kita berdoa untuk orang sakit, kita selalu bilang 'semoga diangkat penyakitnya'?"
Gue refleks menggeleng.
Tangan kanan Mas Janu terulur, menyentuh pundak gue. "Karena ketika sakitnya diangkat, artinya ada dua kemungkinan. Sehat lagi, atau bahkan meninggal." Mas Janu menoleh sekilas. Menatap pusara Yangkung yang masih basah.
"Nggak ada satu orang pun di dunia ini yang siap untuk kehilangan. Kita semua sayang Yangkung, tapi Allah jauh lebih sayang Yangkung, Ray. Yangkung sekarang udah nggak sakit lagi. Allah kabulin doa kita. Ikhlas ya, kita sama-sama doain Yangkung dari sini."
"It's hard," respon gue parau.
Mas Janu mengangguk. "But we'll get through this. You'll be okay. We'll be okay."
***
From My Friend Nino: Mas Ray lagi sibuk gak?
To My Friend Nino: Kenapa, No?
From My Friend Nino: Gue ada PR matematika, gak ngerti
From My Friend Nino: And Lolo ignore me since afternoon
From My Friend Nino: Mau kan mas bantuin?😔
To My Friend Nino: Iye, bentar gue makan dulu
To My Friend Nino: Bantuin ngerjain PR perlu energi
From My Friend Nino: Eeeeh mas, gue gofoodin aja
From My Friend Nino: Lo mau apa?
To My Friend Nino: LO NYOGOK GUE?!
From My Friend Nino: ENGGAK, CUMA NAWARIN
To My Friend Nino: Ayam geprek metro
To My Friend Nino: Minta bagian sayap sama ekstra sambel
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] The Book of Us: YOUTH, DREAM.
Dla nastolatków[Completed] [Seri ke-tiga The Book of Us] Our dream begin in youth.