35. The Truth Unfold

279 35 19
                                    

Waktu terasa berjalan begitu cepat. Tahu-tahu gue daftar SBMPTN, tahu-tahu gue udah ngerjain soal, tahu-tahu gue udah selesai dan tinggal nunggu pengumuman. Begitu juga dengan Mas Janu yang akan terbang ke UK bulan Agustus nanti untuk menempuh pendidikan Master-nya.

Gue masih berangkat ke sekolah buat ngurusin ijazah dan ngambil buku tahunan, terus kumpul-kumpul bareng teman-teman sekelas. Foto studio, makan bersama untuk merayakan kelulusan. Kami bahkan saling bertukar kado sebagai tanda perpisahan sekaligus kenang-kenangan.

Masa SMA gue benar-benar kayak nano-nano, ramai rasanya. Senang, tegang, sedih, takut, malu, semuanya berasa selama tiga tahun ini. Apalagi berada di kelas IPA 5 yang anak-anaknya benar-benar heterogen. Yang ambis ada, yang mageran apalagi. Tapi semua itu justru yang bikin seru! Gue udah klop banget sama mereka.

Waktu kelas X semester 2, kami berembuk untuk membuat nama kelas. Setelah mendengarkan usul dan ide dari banyak kepala, kami sepakat menamai kelas kami dengan nama CLOSE yaitu kependekan dari Creativity Longest Of Science fivE. Lengkap dengan slogan "STAY CLOSE, DON'T GO!" Gilaaaaa keren banget nggak, tuh?

Kami berharap dengan nama itu kami akan selalu dekat walau setelah lulus nanti kami saling berjauhan dan jarang bertemu.

Apakah kami selalu kompak? Tentu aja nggak! Namanya berada dalam satu kelas yang diisi oleh banyak kepala, pasti ada kalanya kami saling berselisih paham, adu argumen, dan juga perang dingin.

"Abis lulus nanti kayaknya gue bakalan kangen banget sama nasi ayam filet plus capcaynya Bu Nuning, deh."

Oh jangan lupakan Jose si bule gaptek! Sohib gue sejak zaman MPLS yang sering banget gue repotin.

"Enak banget, Ray." Jose berhenti mengunyah hanya demi menatap gue dengan tatapan harunya. Seperti biasa dia akan bereaksi pada setiap hal. Yang kadang malah terkesan berlebihan. "Gue makan ini tiap hari nggak bakal bosen, deh, sumpah!"

"Gue juga." Gue mengangguk setuju setelah menelan potongan ayam filet yang super enak ini. "Sama roti burger-nya juga."

"Jangan lupakan ayam goreng plus kol gorengnya Bi Eem!" Serunya setelah menelan potongan ayam filet berlumur saus barbeku.

Gue menjentikkan jari, "Sepakat!"

Dari sekian banyak makanan yang dijual di kantin sekolah gue, ada tiga menu makanan yang menjadi favorit gue dan juga Jose. Selera kami soal makanan emang sama, makanya bisa nyambung temenan tiga tahun.

Pertama, nasi ayam filet plus capcaynya Bu Nuning. Beuuuuuh ini tuh juara sekantin SMAN 111! Enak parah, gue nggak bohong! Sebenarnya menunya sederhana aja. Ini tuh cuma nasi putih terus dikasih ayam filet yang udah digoreng pakai tepung terus dikasih capcay. Udah. Tapi, Bu Nuning pakai bumbu rahasia katanya. Jadi, sebelum ditaruh di piring berisi nasi, ayam filet yang udah digoreng tadi tuh dipanggang dulu sebentar sambil diolesi bumbu rahasia. Nah, abis itu disiram, deh, pakai saus. Sausnya ada dua jenis, barbeku sama asam manis. Kalau favorit gue tentu aja saus barbeku.

Yang kedua adalah roti burger alias krabby patty-nya SMAN 111. Ini juga enak! Apalagi kalau dimakan abis pelajaran olahraga. Ini juga simpel aja. Roti burger dikasih mayones, patty, telor ceplok, dan selada. Kemudian diolesi mentega, terus abis itu dibakar.

Dan yang terakhir adalah ayam goreng dan kol gorengnya Bi Eem. Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan? Enggak adaaaaa! Semuanya enak. Benar kata Jose, kayaknya gue bakalan kangen banget sama tiga makanan ini.

"Hai Jo! Ray!" Pandangan gue beralih dari piring ke arah suara yang menyapa gue dan juga Jose. Ternyata Ivanka bersama tiga temannya. Laras, Pris, dan Cheryl. Gue celingak-celinguk mencari eksistensi satu orang lagi dan nggak menemukan keberadaannya. Tumben, biasanya ke mana-mana bergerombol berlima.

[3] The Book of Us: YOUTH, DREAM.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang