27. Hello Future

268 37 12
                                    

Setelah berbagai rapat yang nggak terhitung jumlahnya, setelah melaksanakan tiga pra-event yang berkesan dan menyenangkan, akhirnya hari ini pun tiba. Tepat di pertengahan bulan Juni, acara puncak Triple One Project resmi digelar. Meskipun di rundown open gate dimulai jam 1 siang, tapi kami udah sibuk sejak Subuh. Final briefing dan final checking dilakukan demi memastikan nggak ada yang kurang dan nggak ada yang terlupakan.

Triple One Project: Hello Future menjadi tema final acara Bazaar tahun ini. Seperti yang disampaikan Ardin ketika rapum (rapat umum), Hello Future adalah representasi dari tiga hal:
1. Future: kakak kelas kami yang udah pada lulus dan siap mengambil langkah baru untuk menyongsong masa depan.
2. Youth: masa putih abu-abu yang nggak akan bisa diulang dua kali.
3. Joy: adik-adik penderita bibir sumbing yang bisa operasi dan menyongsong senyum baru.

Ardin, Faiz, dan Lala menggabungkan ide yang mereka gagas pada saat pencalonan diri. Ardin yang ingin menggandeng penggiat seni di Kota Bandung, Faiz yang ingin mendatangkan bintang tamu populer, dan Lala yang ingin Bazaar ini menjadi wadah untuk berbagi. Semuanya ada, semuanya dikemas menjadi satu melalui Triple One Project: Hello Future. Kami sepakat akan menyumbangkan seluruh keuntungan dari acara ini untuk adik-adik penderita bibir sumbing, bekerjasama dengan Yayasan Pembina Penderita Celah Bibir dan Langit-langit (YPPCBL) Kota Bandung.

Lala selaku Ketua Divisi Acara udah membagi-bagi job-desc apa yang harus kami kerjakan di hari-H. Kami harus apa, harus bagaimana, dan harus ke mana saat ada kendala juga udah dikoordinasikan dari jauh-jauh hari. Di samping sifatnya yang jutek dan kadang di luar dugaan, dia adalah sosok pemimpin yang baik. Dia punya visi, keberanian, integritas, rencana yang strategis, komunikasi yang baik, dan fokus. Dengan kata lain, gue nggak menyesal menerima tawarannya.

Triple One Project dibuka oleh penampilan parade angklung, hasil kolaborasi anak-anak ekskul Lises (Lingkung Seni Sunda) dengan seniman angklung dari Saung Angklung Udjo. Kemudian dilanjutkan dengan penampilan tari jaipong dengan iringan musik degung (gamelan Sunda). Yang kemudian disambung oleh penampilan kolaborasi antara anak-anak ekskul Teater, Musik Klasik, Paduan Suara, dan juga band.

Makin sore, makin banyak pengunjung yang berdatangan. Bahkan menjelang Maghrib, lapangan basket yang udah disulap menjadi panggung utama udah penuh sesak. Kendala-kendala kecil juga nggak mau ketinggalan. Mulai dari mikrofon kurang, konsumsi telat, sampai bintang tamu telat dateng yang bikin anak Acara sedikit kelimpungan karena kami juga berperan sebagai time keeper.

"Udah salat?" Gue bertanya pada Lala yang tengah jongkok di sebelah gulungan kabel yang nggak terpakai. Tangan kanannya memegang HT (Handy Talky), sedangkan tangan kirinya memegang rundown.

Lala mendongak, kemudian kepalanya menggeleng lemah. Ikatan rambutnya udah nggak serapi tadi pagi, juga wajahnya yang tampak lelah karena seharian beraktivitas. "Lagi nggak."

Terdengar suara krasak-krusuk yang berasal dari HT yang dipegang Lala. "Acara stand by! Acara stand by!" Suara Zaidan terdengar dari balik HT. "Lima belas menit lagi Tulus naik, ya!"

"Ivanka siap! Ivanka siap!" Nggak lama suara antusias Ivanka yang hari ini bertugas sebagai LO Tulus mengambil alih.

Lala mendekatkan HT ke arah mulutnya, "Fatur tolong stand by deket panggung bareng anak Keamanan, abis Barasuara turun langsung arahin ke backstage. Gue nyusul bentar lagi." Kemudian dia berdiri dan menatap gue, "gue mau susulin Fatur. Lo tolong samperin Alin sama Nakita, takutnya mereka butuh sesuatu."

Gue mengangguk, mengiyakan perintahnya. Namun baru beberapa langkah Lala berjalan melewati gue, gue memanggilnya. Langkahnya terhenti dan wajahnya menoleh menatap gue dengan raut bertanya.

[3] The Book of Us: YOUTH, DREAM.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang