Selamat membaca 😊
***
21.00
Tanpa membuang waktu, sesuai temuan Jassen, Karis, Abdul, dan Mario segera meluncur ke kosan Irina untuk menggali informasi. Sepanjang perjalanan, hanya Abdul dan Mario yang terlihat saling mengobrol sesekali. Sementara Karis, memilih diam sambil menatap jalanan Jogja malam hari. Pikirannya masih sibuk soal perasaannya pada Alma.
"Berarti tadi Pak Abdul belum jadi ke alamat pemilik motor yang nemuin korban keempat?" tanya Mario yang saat ini memegang kemudi.
Abdul yang berada di jok belakang, menjawab, "Tadi aku mampir pas sekalian antar sampel DNA ke rumah sakit."
Karis yang sejak tadi tidak menaruh minat pada obrolan, langsung menaruh atensi saat mendengar Abdul dan Mario membahas hal itu.
"Ketemu sama orangnya?" Tanya Karis. Dia agak berdebar menunggu jawaban Abdul. Bagaimana jika Abdul tahu Esa?
"Itu ternyata rental motor. Jadi motor yang dipakai buat nemuin korban keempat itu motor sewaan," jelas Abdul, membuat Karis sedikit lega.
"Tapi aku minta data penyewa motor sih."
Sial! Kelegaan Karis tak sampai satu detik.
"Aku dapat fotokopi KTP penyewa itu," lanjut Abdul sambil mencari sesuatu dalam saku celananya. "Nih, Fotonya nggak jelas soalnya fotokopian. Nanti biar dicek sama Jassen, cocok apa enggak sama yang di CCTV. Atas nama ... Widodo Supangat. "
Karis diam-diam mengembangkan napas lega. Si bangsat Esa ternyata pintar juga menyembunyikan identitasnya.
"Eh, kosnya bener ini kan?" Tanya Mario saat mobil yang mereka tumpangi masuk ke sebuah gang. Dia menunjuk sebuah indekos bercat hijau.
"Kos Putri, Matahari. Iya bener," jawab Abdul. Mario pun segera menepikan mobil.
"Minta izin dulu sama penjaga kosnya, tanya kamar Irina. Abdul, cek kamar Irina, aku sama Mario tanyain temen-temen kosnya." Karis memberikan instruksi sebelum mereka turun dari mobil. Baik Abdul maupun Mario, menjawab dengan anggukan lalu bergegas turun.
Namun, tepat saat ketiganya hendak memasuki gerbang, Karis justru menghentikan langkah.
"Kenapa, Ris?" Tanya Abdul.
Karis terdiam. Dia bingung harus menjawab apa, tetapi dia benar-benar tidak bisa masuk ke area kos itu.
"Pak Karis, ada apa?" Ganti Mario yang bertanya.
"Kalian aja yang masuk. Aku jaga di luar, takutnya ada yang kabur," kata Karis memberikan alasan.
"Kalau gitu biar saya saja yang jaga di luar. Pak Karis kan lebih kompeten, lebih senior buat menyelidiki," ujar Mario.
"Kamu kapan mau belajar kalau begitu caranya?" Bantah Karis.
"Ris, ini bukan masalah belajar. Ini kita lagi diburu waktu sebelum ada korban lain," sahut Abdul.
Karis menghela napas. Wajahnya yang tadinya terlihat arogan, kini justru memasang ekspresi pasrah. "Aku nggak bisa masuk area kos itu."
"Hah? Maksud kamu ... Kenapa sih, Ris? Ada apa?" Abdul benar-benar tidak mengerti.
"Kalian lihat banyak kucing berkeliaran di teras kosan," tunjuk Karis dengan dagunya.
"Ya terus?" Abdul mengernyit, Mario juga.
"Aku ... Aku alergi sama bulu kucing."
Abdul dan Mario sama-sama mengulum bibir. Keduanya menahan diri mati-matian agar tawa mereka tidak meledak. Demi apa seorang Karisma Agung Widjaja, si ganteng nan rupawan, yang arogan, galak, ketus, dan bossy, ternyata lemah pada makhluk lucu berbulu halus bernama kucing.
KAMU SEDANG MEMBACA
The New Chapter (Sekuel Beyond the Mission)
ActionBeberapa perempuan muda tewas secara misterius dalam kondisi positif narkoba. Kejadian ini benar-benar memaksa Kapolda untuk bertindak cepat untuk menemukan dalang dari kasus ini, termasuk sebuah keharusan membentuk kembali tim yang sudah dibubarkan...