Human Needs Romance

252 58 6
                                    

Selamat membaca ❤️
Anggap aja bayar hutang kemarin update lama, sekarang agak rajin update cepet.

***

18.45

Kepala Karis pening bukan main. Bagaimana tidak, sekeras apapun kepalanya tetap saja akan berdenyut dan masih kalah keras dengan pot bunga dari tanah liat berisi campuran tanah dan sekam dengan tanaman sansivera di dalamnya.

“Aku pikir kamu benar-benar kepala batu jadi ditimpuk pot bunga pun nggak bakal bocor,” celetuk Val yang dengan cekatan membersihkan luka Karis.

Karis mendelik hendak memprotes celetukan Valeria itu namun mulutnya urung terbuka saat tatapannya langsung tertuju pada leher Val yang terlihat sedikit memar. Tentu saja itu memar akibat ulahnya. Seperti orang kesurupan, Karis dengan tanpa sadar mencekik rekan kerjanya sendiri.

Demi Tuhan! Itu bukan hal yang dia sengaja meskipun sejauh ini dia memang tidak pernah rukun dengan Valeria. Karis benar-benar tidak ingat bagaimana itu bisa terjadi. Tadi, beberapa menit lalu, yang dia tau dia tidak sengaja ketiduran saat mempelajari kasus pembunuhan korban keempat yang ternyata tidak terkait dengan Hendi.

Selanjutnya Karis lamat-lamat ingat kalau dia bermimpi sedang berlari bersama seseorang, suaranya seperti Naura tapi wajahnya tidak terlalu jelas. Dia dan gadis itu berlari karena dikejar kawanan bandit. Setelah itu Karis merasa salah seorang dari bandit itu berhasil menarik bahunya. Spontan Karis membela diri. Namun saat alam mimpi itu pergi, kepalanya sudah bercucuran darah dan rambutnya penuh tanah. Yang paling mengagetkan, tangannya berada di leher Valeria.

“Maafkan aku, Val,” kata Karis lirih. “Aku nggak sengaja.”

“Hmm,” respon Val hanya bergumam. Dia sedang serius membersihkan luka Karis. Luka itu bercampur antara tanah dan darah.

“Leher kamu memar ya? Sakit?” tanya Karis sambil mengulurkan tangannya pada leher Valeria. Dia mencoba menyingkirkan helaian rambut yang menutupi luka di leher perempuan itu.

“Argh!” pekik Val saat Karis menyentuh memarnya.

“Maaf. Sini aku kasih salep.”
Baru saja tangan Karis hendak meraih salep di dalam kotak P3K, deheman keras terdengar dari arah pintu. Jassen datang dengan nampan berisi tiga cangkir teh. Raut wajah tidak suka langsung terlihat dari wajah Jassen.

Laki-laki berwajah oriental itu terbakar cemburu. Mengapa lagi-lagi Karis sih? Semua perempuan saja suka sama Karis. Dulu dengan Naura, Jassen memang hanya main-main tapi dengan Valeria, dia menyukai perempuan itu. Benar-benar menyukainya sejak pertama.

Sungguh ingin rasanya Jassen menonjok wajah Karis hingga babak belur dan mengurangi pesonanya. Tapi sayang, Jassen bukan petarung. Menonjok Karis sama saja cari mati. Mungkin Jassen bisa menonjok sekali tapi Karis bisa membalasnya sampai pingsan.

Dasar nasib petarung di balik meja. Skill beladiri dan senjatanya hanya pas-pasan. Tapi jangan salah, pertarungan dari balik layar kadang lebih kejam. Sekali pencet satu tombol Jassen bisa musnahkan seluruh file di ponsel semua orang, apalagi hanya seorang Karis.

“Luka Karis terbuka, perlu dijahit,” kata Val tanpa peduli ekspresi kesal Jassen.

“Tutup saja! Biar aku nanti ke klinik Alma minta dijahit,” jawab Karis.

"Plaster di sini habis. Aku ambil di ruang kesehatan dulu," kata Val kemudian beranjak pergi.

Karis hendak meraih cangkir teh di meja yang tadi dibawakan oleh Jassen. Namun, si sipit itu justru menggeser posisi cangkir secara tiba-tiba.

The New Chapter (Sekuel Beyond the Mission)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang