Proposal (?)

272 55 40
                                    

Selamat membaca 😊
Bab ini agak panjang, semoga kalian nggak bosen😁

***

06.00

Waktu masih cukup pagi tapi Karis sudah duduk di salah satu warung  gudeg, menunggu seseorang untuk sarapan bersama. Jujur saja, matanya agak berat karena semalaman dia tidak tidur.

Apa yang dia rencanakan untuk hari ini, benar-benar membuatnya harus melakukan persiapan sampai lewat tengah malam. Lalu, saat Karis mencoba memejamkan mata di sisa waktu yang ada sebelum subuh, nyatanya perasaan tegang dan berdebar, membuatnya tidak juga bisa terpejam. Dia gugup.

"Karis," panggil seseorang yang ditunggunya. Pria yang hanya berbeda beberapa tahun dari ayahnya itu, terlihat santai dengan training dan kaos oblong.

"Pagi, Om. Karis minta maaf harus ganggu Om pagi-pagi dan minta Om Untung ke sini, bukan mendatangi Om di rumah saja," kata Karis sambil menyalami.

"Santai saja. Ayahmu sehat kan?"

"Alhamdulillah, ayah sehat. Sibuk memelihara ikan sama burung di rumah. Sama hobinya satu lagi." Karis menyodorkan daftar menu.

"Wah apa?"

"Hobi minta cucu," ujar Karis sambil berdecak.

Untung terkekeh. "Ya kamu makanya buruan nikah, kasih ayah kamu cucu yang banyak."

Karis berdehem. "Ya, karena itu saya mengajak Om Untung bertemu di sini."

"Hah? Maksud kamu?"

Tatapan Karis berubah serius. Dia bahkan mengubah posisi duduknya menjadi lurus menatap Untung dengan kedua tangannya bertaut di atas meja. "Om, kalau saya mau menikahi Alma, apa Om Untung mengizinkan?"

Pertanyaan Karis membuat Untung agak terkejut. Dia mengurungkan niatnya memanggil pelayan untuk mencatat pesanannya.

Untung sangat mengenal Karis. Tidak ada alasan untuk menolaknya menjadi menantu tapi Alma adalah keponakan yang paling Untung sayangi. Untung juga tidak memiliki anak perempuan, jadi rasa sayangnya pada Alma jelas berlipat-lipat.

"Apa ini ada hubungannya dengan kasus yang menjerat Esa? Kamu kasihan sama Alma, makanya mau nikahin dia, begitu?"

"Bukan, Om. Saya lebih merasa khawatir. Saya takut Alma sedih, saya nggak bisa bayangin kalau dia hancur karena bapaknya kembali berulah, saya ...."

"Jadi, kamu nikahin dia cuma karena itu?"

Karis terkesiap. Seharusnya dia sudah siap dengan adegan interogasi yang mengintimidasi ini. Bagaimanapun meminta anak perempuan orang tidaklah mudah. Sekalipun Karis punya modal yang diinginkan oleh semua calon mertua.

"Sejujurnya saya bukan tipe orang yang menjadikan menikah sebagai tujuan hidup. Bahkan saya terlanjur tidak peduli dengan hal-hal seperti itu. Kalaupun saya harus berakhir melajang sampai mati, saya tidak keberatan. Tapi ternyata, hidup tidak sesederhana itu. Mungkin saya bisa mengabaikan semua perasaan saya dan jadi egois tapi saya tidak bisa mengabaikan keberadaan Alma yang semakin lama semakin berarti untuk hidup saya. Saya butuh Alma, dan rasanya Alma juga butuh saya."

"Kenapa? Karena kalian sudah mengenal lama?"

Karis menggeleng. "Karena Alma punya semua yang saya butuhkan. Alma melengkapi saya yang sungguh bukan laki-laki baik apalagi sempurna." Karis menjeda sejenak kemudian dia memantapkan diri untuk mengatakan satu kalimat yang seumur hidup baru keluar akan keluar sekali itu dari mulutnya.

"Saya mencintai Alma Innesa Putri dengan sepenuh hati, jiwa, dan raga saya tanpa keraguan. Jadi, izinkan saya menjadi sandaran hidupnya."

***

The New Chapter (Sekuel Beyond the Mission)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang