Selamat membaca ❤️
***
08.40
“Ucapanku benar kan? Kalian itu terikat satu sama lain,” kata Arsyad sambil terus berjalan menjajari langkah Karis yang sangat tergesa-gesa bahkan setengah berlari dari separkiran mobil di Polres Sleman menuju ruang tempat Alma berada.
Karis sebenarnya tidak nyaman dengan topik pembicaraan Arsyad. Rasanya tidak tepat dibicarakan di saat begini. Apalagi ada Abdul dan Val berjalan di belakang mereka.
“Bahkan setelah berbulan-bulan kamu dan Alma tidak berhubungan intens, tetap saja nama kamu yang terlintas dipikirannya untuk dimintai perlindungan disaat terdesak,” lanjut Arsyad tetap pada pembahasannya
Karis tercekat. Meskipun agak tidak tahu tempat, ucapan Arsyad tidak bisa dia bantah. Seseorang memang cenderung mengingat orang terpenting di hidupnya di saat terdesak. Dan Alma menghubunginya. Bukan polisi lain bahkan bukan Om Untung, Kapolda, yang sudah bisa dipastikan akan memberikan pengamanan lebih dari pada Karis.
“Alma!” suara pekikan penuh khawatir itu langsung terdengar berbarengan dengan suara pintu terbuka. Karis tidak menanggapi ucapan Arsyad. Keadaan Alma lebih penting.
Kepala Alma mendongak, tatapannya langsung bertemu dengan tatapan tajam dengan raut khawatir yang begitu ketara. Saat ini, Alma berada di sebuah ruangan di Polres ditemani seorang polwan.
“Kamu baik-baik aja kan?” tanya Karis yang langsung meraih bahu Alma. Alma mengangguk sebagai jawaban.
“Zahra mana?” tanya Abdul yang berdiri di belakang Karis bersama Arsyad dan tidak ketinggalan Valeria. Perempuan itu sejak tadi menatap Alma dari ujung kepala sampai kaki. Cantik, polos, dan kalem. Dia hanya sedikit kaget karena ternyata gadis dari seorang manusia galak model Karis adalah mbak-mbak hijaber seperti ini.
“Dia di ruang kesehatan, Pak. Mari saya antar,” kata Polwan yang tadi menemani Alma. Tanpa banyak bicara lagi, Abdul mengekori langkah Polwan itu diikuti Arsyad dan Valeria. Keduanya melempar tatapan pada Karis dan Alma bergantian sebelum akhirnya pergi.
“Kamu beneran nggak ada yang luka kan?” tanya Karis lagi setelah tinggal mereka berdua di dalam ruangan. Dia mencoba membolak-balik tangan Alma, meneliti kondisi gadis itu.
"Iya, Ris. Aku baik." Karis kemudian duduk di sisi Alma. Tangannya sedang sibuk melepas kancing kemejanya.
“Aku nggak papa, Ris. Cuma agak deg-degan habis balapan di jalan," Alma meyakinkan lagi.
Karis mengangguk mencoba percaya. Sejurus kemudian, dia membuka kemejanya menyisakan kaos hitam tanpa lengan. Tangannya tanpa permisi langsung menyelimutkan kemeja itu pada bagian depan leher Alma yang sedikit terbuka karena jilbabnya terkoyak.
“Jilbabmu kenapa bisa sobek?” tanya Karis datar sambil mengaitkan kedua lengan kemejanya agar tertali sempurna.
“Itu— tadi buat balut luka Zahra. Aku kehabisan perban di tas,” jawab Alma sedikit ragu. Perlakuan Karis mau tidak mau membuatnya menegang. Mereka saling menatap beberapa saat sebelum akhirnya Alma kembali bertanya memecah kecanggungan. “Itu— penculiknya gimana?”
“Masih dalam pengejaran.” Alma mengangguk saja mendengar jawaban pendek Karis. Laki-laki itu justru terlihat lebih risau dari pada Alma sendiri. Tatapan Karis bahkan menyiratkan bahwa dia belum sepenuhnya percaya kalau Alma baik-baik saja.
“Ris, tangan kamu gemetar.”
Karis menoleh mendengar ucapan Alma. Dia kemudian mengangkat tangan kanannya dan benar saja, tangan itu bergetar hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The New Chapter (Sekuel Beyond the Mission)
ActionBeberapa perempuan muda tewas secara misterius dalam kondisi positif narkoba. Kejadian ini benar-benar memaksa Kapolda untuk bertindak cepat untuk menemukan dalang dari kasus ini, termasuk sebuah keharusan membentuk kembali tim yang sudah dibubarkan...