Finding the Way

276 58 15
                                    

Selamat membaca 😊

***

12.00

Yurika Fatmawati. Itulah nama korban pembunuhan pagi ini sesuai dengan identitas yang ada pada tas korban dan hasil identifikasi tim forensik.

“Dari pengamatan CCTV, korban masuk tempat karaoke bersama seorang wanita yang teridentifikasi sebagai pengantar minuman di tempat karaoke itu. Tidak ada gerak-gerik mencurigakan. Sementara CCTV di dalam ruangan memang tidak ada, alasan pemilik untuk menjaga privasi pelanggan,” kata Doni.

“Saya mencurigai adanya praktik prostitusi karena ada temuan alat kontrasepsi di tas korban. Ponselnya juga hilang, ada kemungkinan pembunuh bukan sekedar overdosis karena bunuh diri atau kesalahan konsumsi obat." Kali ini Karis angkat bicara.

“Sejauh ini dari transaksi rekening pemilik karaoke, tidak ada yang mencurigakan. Kalaupun terjadi transaksi obat atau prostitusi, sepertinya dalam bentuk cash,” sambung Jassen.

“Informasi lain?” tanya Komandan Salim.

“Menurut pedagang kaki lima dan tukang ojek yang sering berseliweran di area karaoke, pelanggan mereka mayoritas mahasiswa dan pekerja muda. Ada beberapa juga yang sudah jadi pelanggan tetap karena kendaraan yang sama sering terlihat di sana,” kata Doni lagi.

“Kalau overdosis itu karena narkoba, jelas ini terkait dengan korban empat, Ndan! Tempat karaoke, hotel, lokasi-lokasi rawan peredaran obat terlarang dan perdagangan perempuan,” kata Karis.

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Sosok Mario muncul dengan wajah kusut dan frustasi.

“Kamu kenapa, Yo?” tanya Jassen.

Tanpa menjawab, Mario melempar map ke atas meja. Doni yang berada dekat dengan jangkauan map itu langsung meraihnya.

“Keluarga korban menolak autopsi?” kata Doni yang langsung ikut frustrasi. “Alasannya?”

“Mereka ingin segera memakamkan korban. Katanya keluarga nggak tega jasad korban dibelah-belah. Mereka juga sudah cukup malu karena anggota keluarga mereka mati di tempat yang tidak baik,” jelas Mario yang kini terduduk lemas di kursi dekat pintu.

“Nggak mungkin! Jelas-jelas aku  sendiri yang menenangkan ibunya saat dia berteriak menangis di TKP meminta keadilan,” sanggah Val yang sedari tadi diam. "Aku sampai duluan di TKP sebelum Doni dan Mario. Ibunya histeris di dekat pintu masuk. Aku menenangkannya, meminta anak laki-laki yang bersamanya untuk mengajak ibu itu pulang dan membuatnya percaya kalau polisi akan bekerja dengan baik. Jadi nggak mungkin keluarga nggak kasih izin autopsi."

“Gila! Padahal indikasi adanya pembunuhan cukup ketara. Ada pendarahan di area hidung dan telinga yang kemungkinan besar sudah di seka dan dibersihkan oleh tersangka." Karis pun ikut emosi.

“Siapa yang menandatangani surat penolakan itu?” tanya Komandan Salim.

“Kakak laki-laki korban,” jawab Mario.

“Kasus terpaksa akan ditutup dengan kesimpulan seadanya kalau keluarga menolak autopsi,” kata Komandan Salim.

“Ada yang nggak beres,” gumam Karis resah. Instingnya benar-benar mengatakan kalau ada yang salah dengan semuanya.

“Ya kesimpulan sejauh ini, dia meninggal karena keracunan. Entah keracunan apa,” kata Valeria.

“Jas, bisa siapkan kamera mata-mata?” tanya Karis tiba-tiba.

“Buat apa?”

“Aku harus cari tahu sesuatu.” Wajah Karis terlihat berapi-api dan sangat antusias. Karis kemudian menyingkirkan beberapa dokumen di atas meja yang ada di sudut ruangan dan mengambil taplak batik yang menutupi meja itu.

The New Chapter (Sekuel Beyond the Mission)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang