Another Victim

275 60 27
                                    

Selamat membaca 😊

***

21.00

Seharusnya malam ini, tim SD bersantai sejenak sambil menikmati pesta pernikahan Arsyad di salah satu hall hotel mewah di Jogja. Namun nyatanya, panggilan kesetiaan atas nama pertemanan yang solid, membuat mereka merelakan momen itu.

Setelah berbicara dengan Arsyad mengenai apa yang terjadi, Karis langsung meluncur ke kantor dan menemani Abdul ke sebuah pesantren yang menjadi tempat tinggal adiknya di Jogja. Ya, Zahra-- adik Abdul, memang menempuh tahun pertama kuliah, sambil menimba ilmu agama di sebuah pesantren.

"Gimana, Dul?" Pertanyaan itu menyambut Abdul dan Karis yang baru saja masuk ruangan sekembalinya mereka dari pesantren.

Abdul menarik kursi. Dia duduk tertunduk, tidak sanggup menjawab. Dia khawatir luar biasa pada adik bungsunya. Jika sampai terjadi sesuatu pada Zahra, ibunya yang sudah tua dan menderita hipertensi, bisa sakit.

"Pihak pesantren sebenarnya menyadari bahwa Zahra sudah tidak terlihat sejak kemarin, tetapi mereka berpikir positif karena Zahra beberapa kali absen kajian untuk mengerjakan tugas kuliah di kosan temannya. Tapi, akhirnya setelah Zahra tidak terlihat sampai sore ini tadi, pihak pesantren akhirnya menelepon orang tua Abdul di Purwokerto." Akhirnya Karis yang angkat bicara. Tangan Karis juga terulur untuk menepuk bahu Abdul, menenangkan lelaki itu.

"Pesantren nggak ada CCTV atau apa yang bisa melacak?" Tanya Jassen.

"Ada. Kita udah cek. Zahra terlihat keluar dari gerbang pondok putri setelah subuh kemarin. Dia terlihat membawa ransel dan berjalan ke arah kiri menuju jalan besar. Sekitar seratusan meter dari pesantren memang ada halte Trans Jogja," jelas Karis.

"Adikmu pegang hape, Dul? Sini, biar aku lacak," kata Jassen.

Abdul mengangguk. Dia kemudian mengeluarkan ponsel miliknya dari saku, lalu memberikan benda itu pada Jassen setelah membuka kontak milik adiknya.

Suara pintu terbuka membuat semua orang menoleh. Komandan Salim masuk, masih dengan kemeja batik. Beliau pasti baru dari resepsi pernikahan Arsyad.

"Dul, gimana? Maaf tadi saya nganter istri pulang dulu," katanya.

"Maaf, Ndan. Saya bikin kehebohan begini. Besok pagi, saya akan bikin laporan orang hilang ke bagian terkait dan menyerahkan semua sama mereka, biar kasus yang kita tangani tetap berjalan," kata Abdul.

"Nggak, nggak. Kita tangani dulu kasus adik kamu," ucap Komandan Salim.

"Tapi ...."

"Adik kamu perempuan, usianya sama dengan perempuan yang jadi korban. Kita nggak boleh menutup kecurigaan."

Penjelasan Komandan Salim membuat Abdul lemas. Di satu sisi, Abdul senang karena rekan-rekannya bisa membantu mencari Zahra. Namun, di sisi lain, fakta soal korban pembunuhan itu, membuat Abdul semakin khawatir.

"Ketemu!" Jassen berseru, menyita perhatian semua orang. "Ponsel adik kamu terakhir terdeteksi di kawasan candi Boko pagi ini."

"Oke. Saya kenal pengelola wisata di sana," kata Komandan Salim. "Dul, kirim foto adik kamu ke grup SD. Kamu tetap di sini sama Jassen. Emosi kamu nggak stabil jadi lebih baik kamu tetap di kantor."

Abdul hendak protes, tetapi Karis mencekal lengannya lalu memberikan isyarat itu menurut. Abdul akhirnya kembali duduk setelah menghela napas pasrah.

"Karis, Val, Mario, kalian ke rumah sakit, korek keterangan lebih detail lagi pada Mega. Kalau kasus ini terkait, setidaknya ada secuil informasi yang Mega punya," Komandan Salim kembali berkata. "Doni, ayo ikut saya ke Boko."

The New Chapter (Sekuel Beyond the Mission)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang