Luckily

277 65 25
                                    

Aku update nya jadi agak jarang yaa wkwk. Soalnya syediiih. Setelah aku hitung, tinggal tersisa empat bab lagi sampai tamat😭😭

Terima kasih buat kalian yang sudah ikuti cerita Karis. Bahkan ada yg belain baca dari Beyond the Mission dan Karis dan Alma jugaa. Love you banyak sekaliii.

Selamat membaca bab ini😊

***

20.00

Sesuai dengan petunjuk yang dikirimkan oleh Jefri pada Karis, di sinilah Mario berada, di lokasi yang ditunjukkan oleh titik koordinat itu. Mengapa bukan Karis yang berangkat? Alasannya tidak lain karena dia masih pengantin baru jadi tidak seharusnya pulang terlalu malam.

Entahlah. Alasan macam apa itu? Mario juga heran. Apa dia juga harus jadi pengantin juga supaya bisa pulang cepat? Boro-boro jadi pengantin, tiap mengejar perempuan saja dia gagal.

Sebenarnya bukan itu saja alasan mengapa Karis tidak diperbolehkan oleh Komandan Salim untuk ikut memata-matai. Ada satu alasan yang menyebabkan Mario untuk pertama kalinya merasa iba pada seorang Karisma Widjaja.

Mario tidak menyangka, dengan segala yang Karis punya, lelaki itu bisa terkena PTSD. Ternyata benar ya, manusia itu tidak ada yang sempurna. Begitupun Karisma Agung Widjaja.

Sudahlah! Cukup soal Karis. Mario lebih baik memantau sekeliling. Keadaan angkringan yang akan dia mata-matai ternyata tidak terlalu ramai. Setelah beberapa saat diam di dalam mobil dan hanya mengamankan dari sana, Mario akhirnya memutuskan untuk turun. Ada baiknya jika dia menyamar jadi pembeli saja agar kondisi di angkringan lebih jelas.

“Mas, kejar mobil di depan!” Seorang perempuan berhijab tiba-tiba mengagetkan Mario saat dia baru saja menutup pintu mobil.

“Ayo, Mas! Masuk mobil lagi! Kita kejar mobil sedan itu sebelum jauh!” ulangnya sambil menepuk keras bahu Mario.

Mario mengernyit bingung. “Tapi, Mbak ....”

Perempuan itu bersikeras mendorongnya. Alhasil, Mario menurut.

“Laki-laki di mobil itu lagi nyiksa perempuan! Ayo kita tolong!” katanya  setelah mereka sama-sama berada di dalam mobil. “Ayo, Mas!”

Mario hendak melayangkan protes tapi dia urungkan karena perempuan yang duduk di jok sebelahnya terlihat begitu berapi-api. Dia akhirnya menyalakan mesin mobil dan menjalankannya.

“Sedan itu?” tanya Mario yang saat ini berhenti di lampu merah.

“Iya itu. Pepet terus ya, Mas!” katanya lagi. “Gila emang. Laki-laki nggak tahu adab. Berani-beraninya mukul perempuan.”

Mario melirik heran pada perempuan itu. Dia tidak habis pikir perempuan berhijab seperti dia begitu bawel dan petakilan.

“Maksud saya, laki-laki di dalam mobil itu, Mas,” katanya lagi.

“Mbak kenapa sih harus ikut campur urusan orang? Siapa tahu itu suami istri yang lagi berantem.” Mario akhirnya tidak tahan untuk tidak bicara.

“Mau dia suaminya atau bukan. Kekerasan tetap nggak bisa dibenarkan. Lagian kalau itu suaminya berarti dia sedang melakukan KDRT."

Mario menghela napas pasrah.

“Nah pepet, Mas!” katanya memerintah.

“Namaku Mario.”

“Oke, Mas Mario. Tolong pepet mobil itu!”

Lagi, Mario hanya bisa geleng-geleng kepala dengan tingkah perempuan itu .

The New Chapter (Sekuel Beyond the Mission)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang