Who's Darco?

263 63 26
                                    

Menuju dua part terakhir.
Selamat membaca 😊

***

21.00

Karis bersedekap dengan napas naik turun. Dia menggenggam erat ponselnya penuh emosi setelah mengirim pesan pada Mario. Gila! Anak itu bisa-bisanya meninggalkan tugas penting. Jika tahu begini kejadiannya, lebih baik tadi Karis nekat berangkat sendiri dan tidak mempedulikan larangan Komandan Salim.

Sekarang, semua rencana gagal. Bukannya beristirahat, kalau begini Karis justru naik darah dan gelisah. Bisa-bisa dia mimpi buruk lagi.

"Ada apa?" tanya Alma yang saat ini sedang berbaring di sisi Karis. Sedari tadi dia tahu, Karis sedang gelisah.

"Nggak papa, Sayang." Karis menoleh kemudian mengusap kepala Alma dengan tangan kirinya.

"Beneran? Kamu nggak boleh marah-marah loh. Nanti tekanan darah kamu naik. Kamu tahu kan itu nggak baik buat kondisi kamu."

"Iya, Al, aku tahu. Aku beneran nggak papa kok." Karis mencoba meyakinkan. Tangannya masih terus membelai kepala Alma dengan sayang.

"Ya udah, kalau gitu istirahat, yuk!" Alma tersenyum. Senyuman itu seperti air dingin yang menyiram api dalam dada Karis.

Karis pun meletakkan ponsel yang dia genggam di atas meja. Sejurus kemudian, dia ikut berbaring.

"Jam berapa sih?" tanyanya yang kemudian justru dijawab sendiri setelah melirik jam dinding, "Aah, baru jam sembilan. Emang kamu udah ngantuk?"

Alma menggeleng. "Belum terlalu sih."

"Capek ya? Tadi di klinik ramai pasiennya?" tanya Karis sambil menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Alma, lalu menyematkannya di belakang telinga. Mereka berbaring berhadapan sekarang.

"Nggak juga sih. Biasa aja." Entah mengapa, posisi ini membuat Alma diserang gugup. Dia agak meremas guling yang saat ini dia dekap. Satu-satunya benda yang memberikan jarak tubuhnya dan tubuh Karis.

Jantung Alma makin berdegup kencang saat tangan Karis yang sedari tadi memainkan dan membelai rambutnya, kini justru mengambil alih guling itu, lalu menyingkirkannya  ke belakang tubuh Alma.

Karis melingkarkan tangannya pada pinggang Alma seiring dengan tubuhnya yang bergeser mendekat dan semakin rapat. Dia mendekap Alma erat kemudian mengecup puncak kepala istrinya itu cukup lama.

Benar kata orang, jodoh itu tidak selalu sama bisa jadi justru sangat berbeda. Seperti kepingan puzzle, tidak akan bisa menyatu jika semua sisinya tidak ada yang berlubang.

Karis benar-benar merasakan kenyamanan luar biasa sekarang. Hatinya tenang dan damai. Seolah bagian dari dirinya yang hilang selama ini telah ditemukan.

"Al ...." Panggil Karis pelan, membuat Alma mendongak. Karis tersenyum saat matanya bertemu dengan mata Alma. Dia kemudian membelai pipi Alma dengan ibu jarinya. Lalu, perlahan, Karis mulai mengikis jarak hingga dia akhirnya menautkan bibirnya pada bibir Alma.

Ini ciuman kedua, tetapi debar jantung Alma tetap saja tidak karuan sama seperti yang pertama kemarin. Apalagi kali ini, ada sesuatu yang terasa makin menggebu dari Karis. Hingga entah bagaimana, akhirnya posisi mereka pun berubah. Karis sudah berada di atas Alma, dengan bibirnya yang masih enggan melepas ciuman manis mereka yang semakin lama justru semakin intens.

Alma melingkarkan tangannya pada leher Karis setelah akhirnya lelaki itu melepaskan tautan bibir mereka. Karis hanya ingin melihat ekspresi Alma sekarang. Keduanya pun saling mengukir senyuman sebelum detik berikutnya, ciuman itu kembali berlangsung dengan tangan Karis yang tidak lagi hanya berhenti di pipi Alma.

The New Chapter (Sekuel Beyond the Mission)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang