Terrible Day

252 63 29
                                    

Selamat membaca 😊

***

06.00

"Irina anakku!!" Seorang ibu berteriak histeris di depan bangsal forensik. "Ibu nggak ridho, Pak. Demi Tuhan Ibu nggak rela dunia akhirat, anak kita mati mengenaskan begitu."

Isak tangis memilukan itu benar-benar membuat Karis, Mario, dan Valeria miris mendengarnya.

Siapa yang tidak terpukul saat anak mereka yang diketahui sedang merantau untuk menimba ilmu, berkuliah, justru ditemukan tak bernyawa dalam kondisi yang mengenaskan.

"Kondisi mayatnya cukup identik dengan korban dua dan tiga," kata Mario sambil menatap iba pada pasangan suami-istri yang saling berpelukan dan menangis itu.

"Kita terlambat menemukan Irina. Akibatnya sefatal ini. Aku khawatir kalau kita terlambat juga menemukan Zahra, dia bisa bernasib sama," sahut Valeria.

"Kita akan temukan Zahra dalam kondisi sehat. Pegang kata-kataku," ucap Karis dengan penuh keyakinan. "Kita pasti melewatkan sesuatu dari kasus sebelumnya. Harus kita teliti lagi. Apalagi kita punya ponsel Irina. Aku yakin, Jassen bisa menemukan sesuatu."

Valeria menghela napas. Dia pun khawatir dengan kondisi sekarang. Kasihan Abdul jika sampai adiknya bernasib sama seperti Irina dan yang lain.

"Mega tidak banyak tahu soal Irina. Anak itu tertutup. Mega juga bilang kalau menurutnya, Irina tidak menunjukkan tanda-tanda pecandu narkoba. Mega bahkan terkejut saat aku beritahu jika jasad Irina terkonfirmasi positif heroin," ucapnya.

"CCTV Candi Boko bagaimana?" Tanya Karis.

Mario menggeleng. "Tidak banyak membantu, tapi Zahra jelas mendatangi tempat itu bersama laki-laki usia dua puluh lima tahunan. Sayang, wajahnya tertutup topi dan CCTV Candi Boko tidak terlalu banyak."

***

08.00
Perbatasan Magelang-Jogja

Gadis itu berlari dengan tertatih. Bajunya sudah terkoyak, tapi dia berusaha tetap membuat tubuhnya tertutupi. Hijab yang seharusnya tersemat menutupi kepalanya pun kini hanya tersampir asal-asalan. Bahkan terlihat kusut dengan beberapa noda di sana.

Ada luka baret di punggung tangan. Lebam di pipi dan semburat darah di sisi bibir.
Dalam langkahnya yang terseok karena tadi kakinya tersangkut batang kayu dan terluka, gadis itu sesekali menoleh ke belakang, memastikan dia jauh dari biadab yang mengejarnya.

Ya, biadab. Laki-laki yang dia pikir adalah pangeran baik hati yang sudah mengenalkannya pada cinta untuk pertama kalinya, nyatanya malah berniat merenggut kehormatannya. Bahkan tatapan lapar penuh nafsu itu seperti seorang pemburu yang haus darah. Gila! Laki-laki baik itu menjelma menjadi monster. Pria dengan candu terhadap aktivitas seksual yang brutal. Sungguh mengerikan.

Setelah berlari keluar dari gang kecil, gadis itu menemukan sebuah minimarket. Pandangannya langsung tertuju pada seorang wanita yang baru keluar dari minimarket dan hendak masuk mobil. Dengan langkah cepat gadis itu bergerak. Dia nekat ikut masuk mobil hingga si pemilik memekik kaget.

“Hey!”

“Kak, tolong selamatkan saya. Saya dikejar pria jahanam. Tolong, kak!”
Melihat kondisi gadis itu yang cukup mengenaskan, membuat si wanita tidak bisa menaruh curiga lagi.

Sebagai seorang dokter, wanita itu tahu, luka di tubuh gadis itu adalah asli. Bercak noda di bajunya juga bukan pewarna tapi darah sungguhan. “Apa yang terjadi?” tanyanya.

“Ayo pergi, Kak! Keburu ketahuan, nanti kita dikejar.”

“Saya belikan obat di minimarket dulu ya? Lukamu bisa infeksi.”

The New Chapter (Sekuel Beyond the Mission)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang