Kalau ada typo, dikoreksi ya....
|HAPPY READING|
"MAS!"
Teriakan Dira baru saja langsung membuat Devan terkejut dan tanpa sengaja mendorong perempuan gila itu hingga jatuh ke lantai.
"Bagus ya.... Taulah, tidur di luar kamu!" ucap Dira yang langsung melengos pergi ke kamarnya meninggalkan Devan yang sudah berkeringat dingin dan perempuan gila yang sedang merengek kesakitan.
"Kamu.... Sudah berulang kali saya katakan, jangan temui saya lagi," ucap Devan dengan nada dingin namun mampu membuat siapapun akan merinding mendengarnya.
"Kamu, kok gitu, sih? Pasti karena perempuan itu, kan?" tanya perempuan itu dengan nada sangat menjijikkan, eh, maksudnya manja.
"Dengar, ya, Siska. Selama ini saya tidak pernah menganggap kamu. Dan hubungan kita selama ini, cuma atas dasar paksaan sahabat kamu yang sayangnya juga adik saya untuk menjaga kamu. Saya tidak pernah ada rasa sedikit pun sama kamu," jelas Devan sambil menahan diri untuk tidak meledakkan amarahnya pada perempuan yang ternyata bernama Siska itu.
"Dan hubungan palsu itu, sudah berakhir satu tahun lalu. Jadi, kamu sudah tidak punya hak untuk mengatur kehidupan saya lagi." lanjut Devan tanpa ada rasa kasihan sedikit pun pada Siska yang kini sudah menangis tersedu-sedu.
"Satu lagi. Saya minta kamu pergi dari sini dan jangan pernah muncul di hadapan saya atau kamu akan merasakan akibatnya. Kamu ingatkan saya itu siapa. Jadi, jangan pernah berani main-main sama saya." Setelah mengatakan itu, Devan langsung menarik tangan Siska dan membawa ke arah pintu utama.
"Maaf, Dev. Aku, janji, nggak akan gangguin kamu lagi. Sekali lagi, aku minta maaf. Salam buat perempuan tadi, kayaknya dia istri kamu, ya. Aku pergi dulu," kata Siska sebelum dirinya berlalu meninggalkan rumah Devan.
Setelah melihat kepergian Siska, Devan langsung menutup pintu dan berjalan dengan cepat ke arah kamarnya. Namun, sebelum itu, dirinya berdiri diam di ujung tangga sambil berpikir bagaimana cara membujuk Dira yang mungkin sekarang sedang marah.
"Gimana?" gumam Devan pada dirinya sendiri.
Devan mengusap rambutnya kasar. Bagaimana cara membujuk Dira agar tak marah lagi. Sedangkan dirinya saja tidak pernah berada di posisi seperti ini sebelumnya. Bahkan, dulu saat Siska marah atau ngambek ia sama sekali tak peduli.
"Fira! Buka pintunya, saya bisa jelasin!" seru Devan setelah dirinya berada di depan pintu kamar.
Dira yang sedang asik dengan laptop milik Devan hanya acuh saja. Pikirnya, daripada meladeni si Devan lebih baik ia menonton drakor.
"Fira!"
"Fira buka pintunya atau saya dobrak sekarang juga!"
Dira yang sudah merasa telinga sakit akibat teriakan dan gedoran pintu dari luar, akhirnya menutup laptop dengan kasar. Kemudian mengambil earphone miliknya dan memutar musik dengan volume yang keras, sehingga teriakan Devan pun hanya terdengar samar-samar di telinganya.
"Oke. Saya do-,"
"Dobrak aja kalau berani! Tapi, jangan harap aku mau dengerin kamu. Semua omongan kamu itu, bullshit! Nggak ada yang bisa di percaya!" potong Dira yang membuat Devan menggeram menahan emosi.
"Daripada kamu buang-buang tenaga buat dobrak itu, pintu. Mending kamu temenin aja pacar kamu yang cantiknya, Wahh banget.... Mana badannya juga bahenol lagi." lanjut Dira yang di susul dengan suara pintu yang terbuka secara kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipitous Soulmates [END]
ChickLit⚠️𝐃𝐈𝐓𝐔𝐋𝐈𝐒 𝐔𝐍𝐓𝐔𝐊 𝐃𝐈𝐁𝐀𝐂𝐀, 𝐁𝐔𝐊𝐀𝐍 𝐃𝐈𝐏𝐋𝐀𝐆𝐈𝐀𝐓⚠️ 18+ [TERDAPAT ADEGAN KEKERASAN, HARAP BIJAK DALAM MEMBACA] *** "Halah, muka ganteng tapi masih jomblo, kalah sama saya yang muka pas-pasan tapi udah punya pacar." "Untuk apa...