Kalau ada typo, tolong dikoreksi
|HAPPY READING|
"Mas, ba-bangun. Sa-sakit-, akh...." Dira menggenggam erat tangan Devan yang terbaring tak berdaya di brankar sebelahnya dengan berbagai macam alat penopang hidup yang terpasang di tubuhnya.
"Ayo, bu. Dikit lagi kepalanya keluar," ucap seorang dokter yang menangani persalinan Dira. Dokter itu adalah Bryan.
"Ayo, semangat, sayang. Demi baby," ujar Naya yang berdiri di sebelah brankar Dira.
Dira menggeleng lemah, ia sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya lagi. Sudah hampir tiga puluh menit ia berusaha untuk membuat bayinya lahir ke dunia, tapi hasilnya nihil. Bayinya enggan untuk lahir.
"Nggak, sayang. Kamu harus kuat, kamu nggak boleh lemah! Anak Mama nggak boleh nyerah!" kata Naya dengan air mata membendung di pelupuk matanya. Ia tidak tega melihat keadaan Dira saat ini, anaknya harus merasakan sakitnya melahirkan ditambah lagi tidak ada suami yang seharusnya ada untuk menyemangati istrinya.
"Abang bangun nggak lo! Lo nggak kasihan liat Dira berjuang sendiri buat ngelahirin anak lo?! Kalau lo emang suami dan ayah yang baik, lo harus bangun sekarang juga!" seru Tania yang memang sejak tadi ada di ruangan untuk ikut menemani Dira. Tania mengguncang tubuh Devan, berharap lelaki itu mau membuka matanya setelah berbulan-bulan terbaring tak berdaya di brankar rumah sakit.
"M-mas bangun, kamu u-udah janji bakal a-ada saat anak ki-kita lahir," ujar Dira sambil terus mengikuti intruksi dari dokter.
"Ayo, bu. Kepalanya sudah keluar!" intruksi Bryan lagi.
Dira terus mengikuti intruksi dari dokter, dan tak lama suara tangis bayi memenuhi seisi ruangan dan bersamaan dengan itu pula, suara mesin EKG yang ada diruangan itu berbunyi nyaring.
"M-mas!" Dira panik saat melihat tubuh Devan yang tiba-tiba saja mengalami kejang-kejang.
"AYAH!" teriak Tania yang langsung berlari keluar untuk memanggil Ayahnya yang menjadi dokter yang selama ini menangani Devan.
Tak lama, Raska (Ayah Tania) datang dengan terburu-buru bersama dua orang suster di belakangnya.
"A-ayah, tolong Mas Devan," ucap Dira dengan air mata yang tak berhenti mengalir dari kedua matanya.
Raska hanya memberikan balasan berupa senyum menenangkan kepada Dira. Kemudian ia kembali fokus memeriksa keadaan Devan.
"Devan bertahan!" Raska berusaha mengembalikan detak jantung Devan yang terhenti menggunakan alat defibrillator.
Satu kali percobaan gagal.
Dua kali percobaan tetap gagal, bahkan garis di mesin EKG tetap menampilkan sebuah garis lurus.
"Nggak! Kamu nggak boleh ninggalin aku, Mas!" teriak Dira histeris. Ia berusaha bangkit, namun ditahan oleh Naya yang langsung memeluknya dengan erat.
Bryan yang melihat suster masuk bersama dengan bayi Dira yang telah dibersihkan langsung merebut bayi itu dari gendongan suster tersebut.
Tanpa aba-aba, Bryan meletakkan bayi dalam gendongannya di atas dada Devan. Seketika bayi yang tadinya diam langsung menangis dengan keras.
"Ayo, Pak, bangun! Bapak tega lihat anaknya nangis gitu?" tanya Bryan dengan nada sedikit berteriak.
"Udah, Bry. Devan udah nggak ada," lirih Raska yang merasa sangat bersalah karena tidak bisa menyelamatkan nyawa keponakannya.
"Nggak, Om. Dia harus bangun!" bantah Bryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipitous Soulmates [END]
Literatura Feminina⚠️𝐃𝐈𝐓𝐔𝐋𝐈𝐒 𝐔𝐍𝐓𝐔𝐊 𝐃𝐈𝐁𝐀𝐂𝐀, 𝐁𝐔𝐊𝐀𝐍 𝐃𝐈𝐏𝐋𝐀𝐆𝐈𝐀𝐓⚠️ 18+ [TERDAPAT ADEGAN KEKERASAN, HARAP BIJAK DALAM MEMBACA] *** "Halah, muka ganteng tapi masih jomblo, kalah sama saya yang muka pas-pasan tapi udah punya pacar." "Untuk apa...