Bagian - 29

9.3K 770 80
                                    

Kalau ada typo, tolong dikoreksi

|HAPPY READING|












































"Ma, aku titip Fira," ucap Devan pada Laras yang berdiri di ambang pintu.

"Tenang, Dev. Mama bakal jagain mantu sama cucu Mama jauh lebih baik daripada kamu," sahut Laras pada anaknya itu.

"Yaudah, kamu baik-baik di sini. Kalau pengen sesuatu langsung minta aja sama Satria," ujar Devan pada Dira yang berdiri di sebelahnya.

"Iya." Dira hanya menyahut dengan ketus. Ia masih kesal pada Devan yang secara tiba-tiba harus pergi keluar kota untuk pekerjaannya.

Devan memberikan pelukan perpisahan pada Dira. Selain itu, ia juga mencium seluruh wajah Dira yang tidak bisa ia sentuh untuk beberapa hari ke depan. Setelah selesai, Devan membungkuk dan mensejajarkan wajahnya menghadap perut Dira.

"Baby, Papi titip Mami, ya. Kamu jangan nyusahin Mami kamu, okey?" Devan mencium lembut perut Dira.

"Udah sana pergi. Ketinggalan pesawat mampus." Dira mendorong Devan menjauh darinya, kemudian ia berlalu masuk ke dalam rumah meninggalkan Devan yang hampir terjungkal dan Laras yang sedang menertawai nasib Devan.

"Hahaha, malang sekali nasibmu, nak." ejek Laras yang juga ikut masuk ke dalam rumah sambil membanting pintu.

"Astaga, Bapak yang sabar, ya." Arka yang sejak tadi setia berdiri di belakang Devan.

"Diam kamu!" Dengan perasaan kesal setengah mampus, Devan langsung berjalan menuju mobil dan masuk ke dalamnya dengan membanting pintu.

🍉🍉🍉

"Kamu jangan gila, Serra!" bentak seorang pria sembari menggebrak meja di depannya.

"IYA, AKU GILA! AKU GILA KARENA SELALU GAGAL MEMILIKI DEVAN!" teriak Serra pada orang yang membentaknya tadi.

"Kamu nggak bisa jadiin Devan milik kamu, karena takdir nggak pernah izinin itu. Dengerin Kakak, Serra, masih banyak laki-laki yang jauh lebih baik dari Devan. Jangan pernah memaksakan cinta satu pihak kamu itu, karena cinta itu akan menyebabkan kehancuran untuk banyak kehidupan," jelas pria yang tak lain dan tak bukan adalah Kakak dari Serra yang bernama Erick.

"Aku nggak peduli, aku cuma mau Devan," ucap Serra.

Erick menggelengkan kepalanya tak percaya, "Serra, kamu itu cuma terobsesi sama Devan. Kalau kamu memang cinta sama dia, seharusnya kamu biarin dia bahagia sama orang yang dia cintai."

"Kak, aku bukan Kakak yang bodoh dengan lepasin orang yang kita cintai. Lihat, akibat dari keikhlasan Kakak sendiri, hidup Kakak jadi hancur kayak gini," balas Serra yang masih dengan keras kepala tidak ingin mendengarkan Erick.

"Tapi, setidaknya orang yang Kakak cintai bisa bahagia, walaupun bukan Kakak alasan atas kebahagiaannya. Cinta itu tentang dua orang yang saling menyanyangi, bukan tentang dua orang yang justru saling menyakiti."

"Terserah Kakak mau ngomong apa, aku nggak peduli. Kalau Kakak emang nggak mau bantuin aku, terserah. Tapi, jangan nyesel kalau Kakak lihat jasad aku, besok," kata Serra yang membuat Erick panik.

"Kamu jangan bodoh. Kakak bakal lakuin apapun yang kamu mau, tapi Kakak mohon, jangan minta Kakak buat hancurin kebahagiaan orang lain."

"Kak, aku cuma minta satu kebahagiaan sama Kakak. Dari kecil aku nggak pernah ngerasain apa itu yang namanya bahagia, dan sekarang aku minta kebahagiaan itu sama Kakak. Apa Kakak nggak mau mengabulkan satu permintaanku itu?" lirih Serra dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya.

Serendipitous Soulmates [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang