Bagian - 14

12.7K 1.1K 48
                                    

Kalau ada typo, tolong koreksi

|H A P P Y   R E A D I N G|




















"Ra, sebenarnya dia."

"Siapa, Tania?" tanya Dira yang sudah tidak sabar mendengar jawaban dari Tania.

"Dia Liona, anak angkat Mama sama Papa," jawab Tania yang membuat Dira terkejut bukan main.

"Apa?"

"Tapi, itu dulu. Jadi, Bunda pernah cerita sama gue kalau dulu itu, Mama sama Papa pengen banget punya anak perempuan. Tapi, karena waktu itu Mama di diagnosa bakal susah punya anak lagi, jadi Mama sama Papa mutusin buat adopsi. Dan karena itulah, Liona hadir di tengah-tengah keluarga kita," jelas Tania yang membuat Dira mengangguk mengerti.

"Kehadiran Liona di keluarga kita disambut hangat sama semuanya. Apalagi Abang, dia seneng banget karena akhirnya dia punya adek perempuan. Abang dulu juga sayang banget sama Liona, bahkan sampai sekarang pun dia masih sayang banget sama Liona." lanjut Tania lagi.

"Terus kenapa sekarang Liona udah nggak jadi bagian dari keluarga?" tanya Dira bingung.

Tania menarik nafasnya panjang, "Dua tahun setelah kehadiran Liona, Bella lahir. Dan sejak saat itu, semua perhatian Mama sama Papa terbagi, Liona nggak terima. Dia nggak suka, dia cuma mau jadi satu-satunya. Makanya, waktu Bella umur sepuluh tahun, Liona nekat nyelakain Bella. Dan karena itu, Mama sama Papa marah besar dan usir Liona dari rumah."

Dira menatap ragu ke arah Tania, "Nggak mungkin Liona ngelakuin hal itu. Buktinya, tuh bajingan masih sayang banget."

Tania mengangguk anggukkan kepalanya. Ia tau, Dira tidak akan percaya.

"Abang masih sayang sama Liona itu karena dari dulu dia nggak percaya kalau Liona ngelakuin hal jahat sama Bella," ucap Tania yang jadi kesal sendiri mengingat kelakuan Devan pada saat itu.

"Oh. Satu lagi, kenapa gue ngerasa hubungan mereka nggak cuma sekedar adik kakak?" tanya Dira lagi.

"Kalau itu gue nggak tau. Lo bisa tanya sendiri sama Abang," jawab Tania sambil merebahkan dirinya di atas sofa.

Dira menarik nafasnya. Pikirannya masih melayang memikirkan hubungan antara Devan dan Liona yang sebenarnya.

"Ra, gue kasih tau, tapi lo jangan marah. Dulu gue denger kalau Liona suka sama Abang. Makanya, dari dulu dia nggak suka kalau ada perempuan yang deket sama Abang kecuali dia. Dan lo tau, saking nggak rela nya, dia pernah maksa Abang buat pacaran sama sahabatnya," terang Tania yang kembali menegakkan tubuhnya mengahadap Dira.

Dira menggaruk kepalanya bingung, ia tidak paham akan ucapan panjang dari Tania.

"Tunggu. Kalau dia yang suka sama bajingan itu, kenapa dia malah nyuruh bajingan itu buat pacaran sama sahabatnya?" tanya Dira.

"Ya karena dengan Abang pacaran sama sahabatnya, dia jadi punya alasan buat ketemu Abang setiap hari tanpa takut dapat teguran Mama Papa," jawab Tania yang membuat Dira mengangguk paham.

Tania bangkit, kemudian berjalan ke arah Dira. Tanpa aba-aba, ia menarik lengan Dira untuk melihat luka yang sudah terbalut oleh perban.

"Kenapa kayak gini lagi, sih, Ra? Perasaan dulu, waktu sama Satria lo udah nggak pernah ngelakuin hal gila kayak gini?" tanya Tania heran. Ya, Tania tau betul semua tabiat Dira. Dira yang lebih suka melukai dirinya sendiri ketika sedang dalam keadaan kacau.

"Lo pasti taulah, gue kalau gabut suka ngapain," jawab Dira santai.

Mendengar jawaban santai dari Dira, Tania hanya bisa mendengus kesal, "Udah ya, gue mau pulang dulu."

"Tapi-"

"Tenang, gue besok kesini lagi. Lo besok mau gue bawain apa?" tanya Tania sebelum benar-benar meninggalkan Dira.

"Oke. Bawain Satria aja," jawab Dira yang mendapat sentilan di jidatnya.

"Jangan ngadi-ngadi, Ra. Kalau Abang sampai tau gue bawain Satria buat lo, bisa-bisa jatah tiket konser gue nggak dikasih lagi sama dia," ujar Tania dengan suara tinggi.

"Oh, jadi selama ini lo nonton konser pake uang bajingan itu?!"

"Ya iyalah, ya kali minta Ayah. Bisa di depak ke Aussie gue."

"Yaudah, kalau lo besok nggak mau bawain Satria buat gue, gue bakal aduin semuanya sama Ayah," ancam Dira yang membuat Tania ingin sekali menendang Dira keluar angkasa.

"Ish, iya iya, gue besok bawain Satria buat lo. Tapi nggak janji ya," final Tania yang lebih memilih menuruti ucapan Dira, lebih baik dia kehilangan tiket konser, daripada harus berurusan dengan Ayahnya.

🦋🦋🦋

"Gue bilang nggak mau, ya nggak mau! Lo itu budeg atau gimana sih?" sentak Dira yang sudah tak bisa menahan emosinya lagi.

"Dari kemarin kamu belum makan apa-apa, nanti kalau maag kamu kambuh lagi gimana?" desak Devan yang tidak peduli akan umpatan-umpatan Dira terhadapnya.

"Gue nggak peduli. Biarin aja maag gue kambuh, biar gue mati sekalian!" sahut Dira yang langsung menyulut emosi Devan.

"FIRA! KAMU BISA NGGAK, JANGAN KEKANAK-KANAKAN?!" Bentak Devan tanpa sadar.

Mendengar bentakan Devan, membuat Dira semakin  menatap penuh emosi ke arah suaminya itu. Dira sudah muak! Setiap mereka berdebat, selalu saja ia harus menerima segala bentuk bentakan dari Devan.

"KELUAR LO DARI SINI! GUE BENCI SAMA LO!" teriak Dira yang membuat Devan langsung tersadar.

"Fira, maaf. Aku nggak ada niat buat bentak kamu," ucap Devan yang berusaha menggenggam tangan Dira, namun langsung ditepis kadar oleh sang empu.

"Maaf, maaf, dan maaf. Udah berapa kali lo ngucapin satu kata itu, hah? Gue muak dengerin lo selalu minta maaf sama gue, tapi lo tetap aja ngelakuin kesalahan yang sama. Asal lo tau, orang tua gue aja nggak pernah bentak gue sekali pun. Tapi lo, orang yang baru masuk ke dalam kehidupan gue udah berani bentak-bentak gue. Gue muak! Gue nggak suka ada orang yang bentak gue! Gue tersiksa saat setiap kali lo bentak gue cuma karena kesalahan kecil!" dengan sekuat tenaga, Dira berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh, "Sekarang gue minta lo buat keluar dari sini. Gue nggak butuh lo dalam hidup gue." lanjut Dira lagi.

"Maaf. Aku janji nggak akan bentak kamu lagi," mohon Devan sambil memeluk tubuh Dira dengan erat.

"Lepas."

Devan menggeleng dengan posisi masih memeluk erat tubuh Dira. "Aku nggak akan lepasin, sebelum dapat maaf dari kamu,"

"Aku minta maaf. Aku nggak tau, kalau selama ini kamu hidup tersiksa sama aku. Aku bener-bener minta maaf. Aku mohon, jangan minta aku buat pergi dari hidup kamu. Aku bakal lakuin apapun, asal kamu mau maafin aku." lanjut Devan lirih.

Dira hanya diam saja. Dapat dirinya rasakan kalau saat ini Devan sedang menangis.

"Kalau aku minta kamu buat usir Liona dalam hidupmu, apa kamu mau ngabulin permintaanku itu?" tanya Dira setelah beberapa saat terdiam.

Mendengar pertanyaan Dira, Devan langsung melepaskan pelukannya, dan menatap istrinya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Fira, kamu."

🦋🦋🦋

Nggak tau gue nulis apaan

Semoga aja part nya nyambung

Jangan lupa vote dan komennya

See you

|to be continued|

Serendipitous Soulmates [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang