Bagian - 17

12.7K 1.1K 119
                                    

Kalau ada typo, tolong dikoreksi

|HAPPY READING|























Plak

"Kamu gila, hah?!" bentak Dira setelah dirinya memberi tamparan di pipi Devan.

Setelah itu, Dira merebut pistol dari tangan Devan dan melemparnya ke arah Tania. Kemudian ia meminta bantuan Satria untuk membawa Devan keluar dari ruangan ini.

Setelah Satria dan Devan keluar dari ruangan tersebut, tatapan Dira beralih ke arah Liona yang masih gemetar ketakutan. Ya, suara tembakan tadi bukanlah akhir dari hidup Liona, karena Devan tidak benar-benar menembakkan peluru ke jantung Liona.

"Beruntung, suami gue masih waras dan nggak bener-bener nembak mati lo. Jadi, stop main-main sama kita," ujar Dira sambil mencengkram erat dagu Liona.

Setelah mengatakan itu, Dira pergi meninggalkan ruangan itu untuk menyusul Devan dan Satria.

Sekarang di ruangan itu tinggallah, Tania, Bella, dan Lendra (Papa Devan), tak lupa juga Liona yang wajahnya penuh dengan darah.

"Yaelah, nggak seru amat! Masa nggak jadi mati itu setan," dumel Tania kesal karena Devan hanya melakukan aksinya setengah-setengah saja.

"Kak, diem aja deh. Liat muka Papa, udah merah banget itu," kata Bella sambil mencengkram erat lengan Tania. Saat ini dirinya ketakutan akibat melihat wajah Lendra yang memerah dan matanya yang terus menatap tajam ke arah dirinya dan Tania.

"TONI!" teriak Lendra memanggil asisten pribadinya yang berada di luar.

"Iya, Pak?" sahut Toni yang sudah berada di hadapan Rendra.

"Kamu urus anak itu!" perintahnya sambil menunjuk Liona yang entah sejak kapan sudah tidak sadarkan diri.

"Kalian berdua, udah berani macem-macem sekarang!" serunya pada Tania dan Bella yang sudah bergetar ketakutan.

"Aduh. Papa lepas, sakit, Papa!" teriak Tania dan Bella bersamaan saat Lendra tanpa perasaan menjewer telinga mereka dan menyeretnya keluar dari ruangan tersebut.

🦋🦋🦋

"Kenapa diam, ayo jawab!" bentak Lendra pada Tania dan Bella.

Kedua anak itu hanya duduk diam sambil menundukkan kepalanya. Mereka benar-benar sudah pasrah akan apa yang akan mereka dapatkan dari para orang tua yang sudah mengelilingi mereka.

"Kamu Tania! Bisa-bisanya kamu ngajarin adik kamu berbuat hal yang nggak bener? Mau jadi apa kalian, hah? Mau belajar jadi pembunuh?" kali bukan suara Lendra lagi, melainkan suara Raska yang merupakan Ayah dari Tania.

"Bukan gitu, Ayah. Tadi, tuh, ki-kita." ucapan Tania terhenti saat melihat Devan yang baru saja turun dari lantai atas bersama dengan Dira.

"Kita apa?" tanya Lendra dan Raska bersamaan.

"Itu-, gimana sih ngejelasinnya?" Tania jadi mencak-mencak sendiri saat otaknya tiba-tiba ngeblank dan mulutnya sangat sulit untuk berbicara.

"Intinya, kita ngelakuin itu, buat kasih Abang sama setan itu pelajaran. Jadi, kalian jangan salahin kita dong, salahin aja Abang," sambung Bella yang langsung mendapat jitakan di kepalanya dari Mama.

"Kenapa jadi Abang yang salah?" tanya Devan setelah dirinya duduk di sebelah sang Papa.

"Ya karena ini memang salah Abang. Coba aja Abang nggak cari gara-gara duluan sama Dira, kita berdua nggak akan ngelakuin ini," sahut Tania sembari berkacak pinggang menatap Devan.

Serendipitous Soulmates [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang