Kalau ada typo, tolong dikoreksi
|HAPPY READING|
Setelah keluar dari taksi, Dira langsung berlari ke arah sebuah rumah yang merupakan rumah dari Tania, sahabatnya.
"Tania," panggil Dira sambil mengetuk pintu utama dengan sedikit keras.
Tak lama, pintu terbuka dan menampilkan seorang wanita paruh baya yang sedang memegang sebuah kemoceng.
"Loh, Dira. Tumben kesini, ayo masuk dulu," ajak wanita yang tak lain adalah Bunda dari Tania.
"Bunda, Tania ada?" tanya Dira pelan karena saat ini dirinya sedang berusaha menahan tangisnya.
"Ada, kok, kamu ke kamarnya aja, ya," jawab Bunda Tania lembut dan langsung diangguki kepala oleh Dira.
Dira melangkahkan kakinya menuju kamar Tania yang ada dilantai atas. Sesampainya disana, Dira langsung masuk begitu saja dan membuat sang pemilik kamar meliriknya sinis.
"Huwaaaa, Tania....." tangis Dira langsung pecah dan berlari ke arah Tania dan memeluknya.
Tania yang bingung pun hanya bisa mengelus punggung sahabatnya itu agar sedikit tenang.
"Kenapa? Coba cerita sama gue," ucap Tania setelah Dira melepaskan pelukannya.
"Gu-gue putus sama Satria," kata Dira dengan air mata yang masih mengalir deras di pipinya.
Tania yang mendengar itu sontak terkejut sekaligus heran. Perasaan tadi siang, dua manusia ini masih baik-baik aja, juga tidak ada tanda-tanda mereka akan mengakhiri hubungan mereka.
"Kok, bisa?" tanya Tania sambil memberikan segelas air putih pada Dira.
Dira meneguk air putih itu sedikit, kemudian dirinya menempatkan posisinya menjadi tengkurap dan menyembunyikan wajahnya dibantal.
"Gue dijodohin," jawab Dira dengan suara parau yang terdengar sangat menyedihkan.
"Apa? cerita yang detail, Ra, jangan setengah-setengah," pinta Tania sambil menarik Dira agar bangkit dari posisinya.
Dengan hati yang hancur, Dira menceritakan semuanya. Dari awal dirinya tau kalau dirinya dijodohkan oleh orang tuanya, kemudian kejadian di cafe tadi, dimana Satria mengakhiri hubungan mereka.
"Gue cintanya sama Satria, Tan. Gue cuma mau nikah sama dia, bukan sama orang lain." lanjut Dira sambil memeluk erat boneka besar milik Tania.
Tania hanya bisa menatap kasihan ke arah Dira yang masih saja menangis tersedu-sedu. Ini merupakan kali pertama, dirinya melihat sahabatnya menangis seperti ini.
"Loh, Dira kenapa nangis?" tanya Bunda Tania kaget, karena saat dirinya masuk ia justru mendapati Dira yang menangis dan anaknya hanya diam saja.
"Kamu apain Dira, Tania?" tanya Bunda Tania setelah dirinya meletakkan nampan berisi cemilan dan jus jeruk di atas meja nakas.
Tania hanya menggelengkan kepalanya, bingung harus menjawab apa pada bundanya.
"Dira kenapa? Sini cerita sama Bunda" pinta Bunda lembut sambil menghapus air mata yang masih terus mengalir di pipi Dira.
Dira langsung memeluk Bunda Tania yang sudah duduk di sebelahnya dengan erat. Dirinya sudah menganggap Bunda Tania sebagai ibunya sendiri, karena Bunda Tania selalu memperlakukannya sama seperti anaknya sendiri.
Bunda Tania yang bingung hanya bisa membalas pelukan Dira sambil mengelus lembut rambut panjang Dira agar gadis itu tenang.
Setelah terdiam beberapa saat, Tania akhirnya membuka suara dan menceritakan semua yang terjadi pada Dira pada sang Bunda.
Bunda yang mendengar semua cerita anaknya hanya mengangguk paham, kemudian dirinya menakup wajah sembab Dira agar mau menatap dirinya.
"Dengerin Bunda, semua yang dilakukan Mama sama Papa kamu itu adalah yang terbaik buat kamu, dan mereka ngelakuin ini pasti punya alasan tersendiri. Jadi, Dira sebagai anak harus ikutin apa yang mereka mau, selama yang mereka lakukan itu bukanlah hal buruk," tutur Bunda sambil menghapus air mata Dira.
"Mereka lakuin ini pasti untuk kebaikan kamu, mereka pasti nggak mau kalau anaknya terjebak dalam hal-hal negatif. Bunda akui kalau cara mereka menjaga kamu itu sedikit salah, tapi Bunda yakin, kalau mereka udah mempertimbangkan semua ini dengan baik. Lagipula, kamu nggak mau kan bikin mereka kecewa?" tanya Bunda Tania yang membuat Dira menggelengkan kepalanya.
"Nah, maka dari itu, coba kamu jalanin aja dulu. Kalau seandainya kamu memang nggak nyaman sama ini, kamu bilang sama mereka, pasti mereka akan ikuti kemauan kamu." lanjut Bunda Tania yang membuat Dira langsung memeluknya.
"Makasih, Bunda. Bunda emang yang terbaik," ucap Dira sambil mengacungkan kedua jempol tangannya.
Bunda Tania hanya bisa terkekeh, sedangkan Tania hanya menatap malas ke arah Dira.
"Bunda, aku boleh minta makan nggak?" tanya Dira sambil menatap melas kearah Bunda.
"Muka kamu pucet, kamu belum makan?" tanya Bunda balik.
Dira hanya menggelengkan kepalanya, dirinya memang belum makan sejak pagi dan sekarang sudah masuk sore hari, bisa dipastikan setelah ini, penyakit lambungnya akan kambuh.
"Mau bunuh diri, lo? Ayo makan!" kesal Tania sambil menarik Dira keluar dari kamar menuju lantai bawah.
"Tania, perut gue sakit," lirih Dira setelah duduk di kursi meja makan.
"Mampus, udah tau nggak boleh telat makan, tapi masih aja ngeyel. Sekarang lo rasain sendiri," omel Tania kesal, namun tangannya tetap sibuk mengambilkan makanan untuk Dira.
"Nih, makan, gue panggilin Ayah dulu buat periksa lo," ucap Tania sebelum pergi meninggalkan Dira untuk memanggil Ayahnya yang berprofesi sebagai dokter dan kebetulan Ayahnya hari ini sudah ada di rumah.
🦋🦋🦋
Setelah merasa dirinya lebih baik, Dira pulang ke rumah di antar Ayah Tania yang kebetulan akan pergi ke rumah sakit.
"Gimana tadi fitting bajunya?" tanya Naya yang sedang duduk di sofa depan TV.
"Fitting apa, sih, Ma?" tanya Dira bingung.
"Loh, bukannya tadi Devan jemput kamu ke kampus?" tanya Naya balik.
"Emang, tapi aku tinggalin dia di cafe," jawab Dira yang tiba-tiba saja kesal mendengar nama Devan di telinganya.
"Apa? Kamu gimana sih, masa ditinggal di cafe," kata Naya yang jadi menatap anaknya kesal.
"Salah siapa cari gara-gara," balas Dira dan langsung lari ke kamarnya meninggalkan sang Mama yang sudah bersiap ingin menampol dirinya dengan majalah.
"BELAIN AJA TERUS, MA! SEBENARNYA DISINI YANG ANAK PAPA SAMA MAMA ITU RARA ATAU ORANG ITU, SIH?!" teriak Dira dari lantai atas sambil membanting pintu kamar.
🦋🦋🦋
Jangan lupa vote dan komennya
See you next part
|TO BE CONTINUED|
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipitous Soulmates [END]
ChickLit⚠️𝐃𝐈𝐓𝐔𝐋𝐈𝐒 𝐔𝐍𝐓𝐔𝐊 𝐃𝐈𝐁𝐀𝐂𝐀, 𝐁𝐔𝐊𝐀𝐍 𝐃𝐈𝐏𝐋𝐀𝐆𝐈𝐀𝐓⚠️ 18+ [TERDAPAT ADEGAN KEKERASAN, HARAP BIJAK DALAM MEMBACA] *** "Halah, muka ganteng tapi masih jomblo, kalah sama saya yang muka pas-pasan tapi udah punya pacar." "Untuk apa...