우리 (9) END

780 75 2
                                    

Jungkook yang membaca isi lembaran-lembaran di hadapannya terlihat fokus, begitu juga dengan gadis berambut sebahu yang memakai kacamata. Kemarin Hani sangat bingung karena Jungkook mengajak untuk bertemu Bibinya. Pria itu memang sungguh-sungguh berkata ingin menikah, padahal Hani belum bilang setuju atau apapun itu. Mereka menjadi kekasih juga karena Jungkook yang menyebarkan rumor, dan entah ancaman atau Jungkook mengatakannya dengan serius. Dia bilang akan memaksa Hani tidur dengannya lagi seperti waktu hari pertama pria itu kerja jika Hani menolak.

"Aku pikir masalahnya bertambah lebih besar setiap detik." ucap lirih Jungkook yang melirik kakaknya sekilas. Sekitar empat jam berlalu sejak Wonwoo duduk di kursinya, tapi pria itu hanya diam tanpa melakukan apapun.

"Apa kau juga bisa seperti itu saat sudah memiliki anak nanti?" tanya Hani yang penasaran menopang dagu.

"Haha. Memangnya kau mencintaiku? Kenapa tiba-tiba berpikir tentang anak?"

Hani meniup poninya kesal. "Aish. Lupakan! Jangan menganggapku sebagai kekasihmu lagi."

"Aku hanya bercanda, jangan marah. Tentu saja aku tidak akan pernah seperti itu."

"Kau tidak ingat? Sekitar setahun lalu saat aku masih menjalani wajib militer, aku mengalami cidera dan pergi ke Rumah Sakit. Aku pertama kali bertemu denganmu di lift."

"Kita berdua juga makan bersama di kantin rumah sakit." cerita Jungkook ingin menjelaskan.


"Mwo?"

"Jadi kau yang terlihat mirip orang menyamar itu? Satu-satunya orang yang memakai syal di musim panas?"



Pria tampan itu lalu mengangguk.

"Eoh matja. Saat itu tidak terlalu suka jika ada fans yang mengikutiku. Jadi aku menyamar.. dan saat itu aku mulai menyukaimu."


"Eyy.. mwoya--" Hani yang tersipu malu memalingkan wajah.


"Karena itu jangan berpikir kalau aku akan meninggalkanmu. Aku sangat berbeda dengan orang itu." tambah Jungkook menunjuk Wonwoo dengan pena yang dia pegang.






Wonwoo yang tengah di bicarakan berkali-kali menghela nafas. Pikirannya melayang sedang entah kenapa dan sekalipun dia tidak bisa fokus. Bahkan saat malam hari dia hanya memandangi langit-langit kamar hingga ke esokan harinya. Jujur ini lebih parah dari saat dia masih muda dulu, Wonwoo mungkin bisa menjadi zombie kalau dia tetap melanjutkan hidupnya seperti ini selama sebulan ke depan.

"Aku tidak mengatakan ini karena aku membutuhkan Appa, tapi Jihye adalah anak perempuan Appa. Tolong lebih perhatikan dia." Jihu lalu beranjak karena mendengar suara bel masuk berbunyi. Pria kecil itu membungkuk sekilas memberi salam, meskipun dia marah dan kesal Wonwoo tetap Ayahnya. Bersikap tidak sopan tidak mengubah apapun.


"Aku tidak bermaksud mengakui jika aku terkadang membutuhkan Appa, tapi berilah perhatian lebih pada Heejin. Dia putri Appa satu-satunya." Wonwoo melanjutkan makannya dengan cepat lalu berjalan masuk ke kamarnya.





"Yang Jihu katakan serupa dengan yang pernah kukatakan. Itu berarti anak-anakku merasakan apa yang aku alami dulu." gumam pria itu meraih blazer hitamnya sambil berpikir.

"Tapi aku tidak berani meminta maaf pada Jennie. Setelah menghinanya dengan tidak tahu malu, apa mungkin dia bisa memaafkanku?" kali ini Wonwoo meletakan blazernya lagi ragu.



"...Dia dekat dengan pemilik cafe tempat dia berkerja..."

"Ah micheonabwa!!" keluh Wonwoo yang mengeraskan suaranya membuat dua orang sekaligus menoleh. Di kepala mereka muncul banyak tanda tanya, karena pria mirip patung sedang mengacak rambut bagian belakang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIFFERENT = Wonwoo x JennieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang