"Strategi yang sempurna tidak dihasilkan oleh pemikiran yang sempit dan takut akan konsekuensinya."
~Malven Arion~
•
•
•
•
•Di perjalanan pulang, Malven melihat ada toko buku. Seketika tangannya langsung membelokkan setir dan memarkirkannya di depan toko tersebut. Gerry yang terheran-heran hanya tersenyum dalam hati. Nah, kan lo ke sini juga akhirnya, batin Gerry.
Sepatunya mengetuk-ngetuk lantai putih dalam toko, mencari buku yang sesuai dengan dirinya. Kedua tangannya Malven masukkan ke saku celana, sedangkan matanya naik-turun mengikuti rak buku. Awalnya Gerry hanya terdiam saja, berdiri kaku di samping penjaga toko sembari melihat-lihat buku di kejauhan. Tanpa berpikir lama, Gerry menanyakan pada penjaganya di mana letak buku soal percintaan.
Dengan cepat penjaga toko itu berjalan menjauhi Malven untuk menunjukkan letaknya, sedangkan Gerry membututi penjaga itu sembari mengusap rambut depannya dengan sempurna. Malven yang melihat kelakuan Gerry dari belakang pun kesal, rasa ingin menimpuknya dengan sepatu.
Tak lama kemudian, Malven mengikuti Gerry. Penjaga toko tersebut kembali ke tempatnya setelah menunjukkan tempat buku yang dicari Gerry.
"Itu-itu-itu ... banyak juga ternyata," ujar Malven dengan antusias.
"Makannya kalo ada apa-apa tanya. Sesat di jalan kan hahaha." Gerry menetertawakan Malven sembari mengambil 3 buku dari rak atas.
"Cara Cepat Wanita Terpikat, Cepat Jatuh Cinta, Kamu Harus Tahu-Ini yang Membuat Wanita Menyukaimu, judulnya mantap-mantap nih. Masih banyak tuh, pilih aja! Kalo semua juga silakan hahaha ...." Gerry memilih 3 judul buku itu karena sesuai dengan Malven.
"Lakukan Hal Ini Pada Wanitamu, eh ini isinya apa ya? Jadi penasaran gue," ucap Malven yang lalu membaca blurb-nya.
"Udah ambil aja sih."
"Jujur gue sangat jijik denger judul-judul itu, dan gue ngga bisa bayangin kalo gue mual pas bacanya." Malven meringis dengan putaran bola matanya.
Karena keyakinan Gerry untuk membaca dan mempelajarinya, Malven jadi membeli keempat buku itu. Tak butuh waktu lama untuk mengucapkan, "iya". Malven memberikan lembaran dollar pada Gerry untuk ia bayar, sedangkan Malven ke luar karena kepanasan di dalam toko yang tidak ber-AC itu.
Setelah semua terbayarkan, lemparan kunci dari Malven tertangkap tepat di tangan Gerry walaupun kaget Malven akan melemparnya. "Lo yang nyetir, gue mau santai-santai," ucap Malven dengan satu tarikan bibir.
"Gue ngga tau jalan," jawab cepat Gerry.
"Makannya kalo ada apa-apa tanya, itu yang lo bilang tadi kan?" Malven masuk ke mobil lebih dulu, sedangkan Gerry pasrah menerimanya.
___________________
"Habis dari mana kamu, Vin?" tanya sang ayah baik-baik. Kedua tangannya diarahkan ke atas tanda menyuruh pengawalnya pergi.
"Makan malam ke kafe," jawabnya singkat. Menyembunyikan buku agar tidak ketauan dan tertangkap malu di depan ayahnya.
"Tidak suka makanan rumah?"
"Suka, hanya ingin menikmati udara luar. Malven sudah lama tidak di sini." Tatapan Malven pada Arion datar, kedua tangannya pun dimasukkan ke saku celana--bukunya diberikan kepada Gerry.
"Itu apa?" Mata Arion mengikuti arah buku.
"Itu buku, Gerry abis beli buat adeknya katanya." Malven beralasan, sedangkan Gerry menatap Malven sembari menaikkan alisnya.
Gue lagi yang kena, padahal dia sendiri yang butuh, gue yang bayar, gue yang nyetir, ojek-ojek nih, batin Gerry yang mendengkus kesal.
"Ya udah, kita mau ke kamar buat beres-beres baju sama istirahat. Oh, Pah ... besok kita mau ke Amerika pukul 10:00 AM. Malven belum butuh anak buah papah, jadi ngga usah ikut," ucap Malven.
"Kau jangan melanjutkan kuliah, kalo sampai kau tidak mencari gadis itu dan ketauan kuliah ... kau tentu sudah tau akibatnya." Arion pergi setelah mengatakan itu.
Mereka pergi ke kamar Malven, mengunci pintu dan mulai berkemas-kemas.
"Lo tidur dulu aja di situ, gue tidur di sofa." Sembari menunjuk kasur dengan dagunya. Malven khawatir jika diam-diam pengawal ayahnya mengikuti kepergiannya. Menghancurkan rencana awal dan menghancurkan wisudanya.
Jendela kamar terbuka membuat udara dingin menyelusup ke dalam dan menelisik kulitnya. Mendekatinya lalu duduk santai di sana. Jangan tanyakan Gerry saat ini, karena dia tengah tertidur pulas di kasur tanpa melepas sepatunya.
Embusan angin malam menyejukkan pikiran bawah sadarnya. Gadis seperti Meisha tak pantas untuk disakiti, dibohongi dan dipermainkan. Namun, tidak ada pilihan lain selain menjadi dalang dalam permainan boneka hidup ini. Kakinya tidak bisa diam--bergerak-gerak ke depan-belakang.
Hari yang aneh tanpa ada bacaan buku dan tatapan laptop. Pikirannya dipadatkan untuk memikirkan Meisha yang entah di mana. Gue ngga boleh terlalu memikirkan Meisha, tugasku masih banyak yang harus dikerjakan. Gue harus cek laptop, untuk Meisha biar Gerry yang atur, batin Malven yang sontak melebarkan matanya lalu pergi ke meja belajar.
"Sudah kutebak lo bakal buka laptop malam ini, apa lo ngga mau tidur lagi?" lirih Gerry yang masih memejamkan matanya.
"Ngga bisa tidur," jawab Malven.
"Paksain dong, udah malem. Waktunya istirahat bukan belajar. Lo harusnya tau mana kebutuhan tubuh dan otak pada waktu yang tepat, bergadangmu kurangi! Inget, lo masih anemia dan obat lo ngga dibawa sama lo. Gue tau itu, gue diem karena pengen tau di sini ke rumah sakit lagi apa engga."
"Bawel banget jadi orang." Malven mendengkus kesal.
"Terserah lo deh. Udah besar, tapi seenaknya gitu." Gerry melanjutkan mimpi malamnya.
Bukannya menutup laptop dan menghentikan kegiatannya, Malven justrus semakin serius memijat keyboardnya. Ok, hanya 30 menit saja Malven. Setelah itu lo tidur dengan tenang," batin Malven meyakinkan dirinya.
Detak-detik waktu perlahan mengurangi estimasi yang ia berikan kepada dirinya sendiri. Mata panda mulai ada dan bibirnya pun kering. Tidak ada niatan untuk mengambil minum ke dapur hanya karena malas berjalan.
Tiba-tiba Malven mendengar ketukan pintu, memperhatikannya lalu melangkahkan kakinya untuk membuka. Sebelum itu Malven menyembunyikan laptopnya terlebih dahulu ke dalam tas.
Dibukalah knop pintu tersebut yang sudah terdapat 3 orang yang sedang berdiri menghadap Malven.
"Pah." Malven memanggilnya dengan pelan.
"Ke ruangan papah sebentar," singkatnya yang langsung pergi dari hadapan Malven.
•
•
•
•
•
•
•Skuy! Jangan lupa vote dan tinggalkan jejak kalian dengan komentar.
Jangan sider, ya!HAPPY READING🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRULEN (END)✔️
Mystery / ThrillerMalven Arion, Mahasiswa S2 di Harvard University. Ia mengalami banyak kejadian aneh setelah kepulangannya ke Kanada. Ia juga diperintah oleh ayahnya untuk mengusut kematian istrinya, atau ibu Malven sendiri. Awalnya Malven menolak karena melibatkan...