Malven menyuruh Gerry untuk mandi dan mengistirahatkan tubuhnya sembari menunggu pesanan pizza. Lalu dia mulai menelpon ayahnya di ruang tamu dengan menaikkan satu kakinya.
Tut tut tut ...
Telponnya belum diangkat, Malven mencobanya lagi dengan perasaan penasaran yang membara.
Setelah 2 kali gagal, kini ketiga kali baru diangkat.
"Halo, Pah. Tumben telpon, ada apa?" tanya Malven to the point.
"Ada misi untukmu, besok pulang ke sini! Akan papah jelaskan semuanya, nggak usah banyak tanya! Kau pulang saja dulu!" tegas Arion yang sudah tahu Malven akan bertanya-tanya.
"Maaf, Malven belum bisa pulang. Malven sudah menargetkan bulan depan lulus dan segera wisuda. Di mana letak kebahagiaan Papah ketika Malven akan mendapatkan gelar MBA?"
"Papah tidak peduli kau akan mendapatkan gelar apa, Vin. Kau harus pulang secepatnya, kalau tidak--"
"Kalau tidak, apa? Papah akan melakukan apa padaku?" pungkas Malven.
"Papah akan kerahkan anak buah untuk menjemputmu, dan kau tidak akan dapat harta dari papah."
"Hahaha ... Malven tidak butuh harta dari Papah, Malven sudah bisa bekerja sendiri tanpa bantuan Papah. Papah tidak perlu menjemput Malven karena Malven akan tetap menolak!"
"Beraninya kau ya! Papah tidak segan-segan untuk membunuhmu. Pikirkan itu baik-baik, pulang ke Kanada atau kau mati mengenaskan!" ancam Arion.
Malven pikir papahnya itu sedang mengalami gangguan mental, dari kata-kata yang dilontarkan sangat aneh.
"Papah ada masalah hidup apa? Sampai-sampai mengancam anaknya sendiri."
"Pikirkan baik-baik Malven, papah tunggu keputusanmu besok pagi"
Arion menutup telponnya sepihak. Perasaan Malven tak menentu--jantungnya berdetak dengan cepat, memompa darah ke seluruh tubuh dengan kontraksi ritmik yang tak normal dan berulang. Sampai-sampai Malven harus menahan napas sekejap untuk menormalkan detak jantungnya.
"Permisi, dengan Tuan Malven dengan pesanan pizza super supreme." Suara panggilan itu terdengan sangat jelas, baru saja Malven melangkahkan kakinya selangkah, dari belakang Gerry berlari mengambil pesanan.
Huh, Gerry. Muncul dalam sekejap, cepet banget kalo ada panggilan makan, batin Malven sembari mengelus dadanya.
"Yeayy makan." Gerry berteriak, lalu terdiam ketika melihat keberadaan Malven di ruang tamu. "Eh, Malven. Makan yuk," Gerry mengajaknya.
"Laper ya? Makan duluan sana, gue mau tidur sebentar."
"Eh eh eh ... lo harus makan dulu, lo itu udah telat makan, sering begadang makannya lo anemia. Lo harus kejar target, tapi pikirkan juga kesehatan lo!" Satu jempol diberikan kepada Malven dengan senyuman lebar dari Gerry.
"Ahh! Bingung gue, masa iya target itu hilang begitu aja. Gue disuruh pulang, mana ngancem-ngancem segala lagi!" Kedua tangannya mencambak rambut hitam, meringis kesakitan disertai perasaan dilema.
"Nah kan bener, pasti yang pulang-pulang itu lagi. Sebenernya ngapain sih? Bokap lo gangguan jiwa?," celetuk Gerry yang awalnya berpikir seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRULEN (END)✔️
Misterio / SuspensoMalven Arion, Mahasiswa S2 di Harvard University. Ia mengalami banyak kejadian aneh setelah kepulangannya ke Kanada. Ia juga diperintah oleh ayahnya untuk mengusut kematian istrinya, atau ibu Malven sendiri. Awalnya Malven menolak karena melibatkan...