Part 16 || Meninggalkan Gerry

32 11 5
                                    

Mereka sampai di rumah Malven. Malven bingung kenapa Gerry tidak membawanya ke apartemen.

"Kenapa nggak ke apartemen?" tanya Malven.

"Hari udah larut, perjalanan semakin jauh kalo ke apartemen lo. Makannya kita pulang ke rumah lo."

Malven berjalan lungkai menuju kamar, lalu ke balkon untuk menghirup udara malam. Dia menatap bulan dengan pandangan kosong. Dalam beberapa jam lalu hatinya dingin dan kejam. Gerry mendekati, membawa 2 gelas kopi susu untuk di minum. Mereka berdua terdiam selama 15 menit, tidak ada yang memulai obrolan ini.

"Kenapa dia melakukan itu?" lirih Gerry sembari memainkan jarinya di atas meja. Dia tidak bertanya pada Malven, melainkan masih bingung dan penasaran tentang Landirzan.

"Apa yang kamu bicarakan?" Malven bertanya dengan formal dan datar.

"Landirzan, kenapa dia melakukan itu? Dan siapa ketua Shadow itu?" Gerry mempertegas.

"Udah jelas Ger, dia udah katakan ... bahwa dia ingin melenyapkan seluruh keluarga Arion," kata Malven.

Gerry memejamkan matanya, mengetuk sepatu ke lantai dan menggerakan jari seperti mengetik di laptop.

"Kenapa lo bisa tau organisasi Shadow? tanya Malven, lalu meneguk kopi susu yang dibawakan Gerry tadi.

"Nggak tau, gue cuma pernah denger dari papah saat papah bicara sama seseorang," jawab Gerry.

"Jadi, lo nggak tau tujuan Shadow dibentuk?

"Enggak. Gue baru tau saat Landirzan ngomong."

"Gue jadi penasaran sama ketua Shadow. Dia gaji anggota berapa sampe banyak banget yang tertarik ... bahkan papah gue," kata Malven yang penasaran.

"Sama. Gue juga penasaran. Eh lo nggak ada niatan masuk Shadow kan? tanya Gerry dengan melebarkan matanya.

"Gila lo. Nggak lah!" tegas Malven. "Ger, besok anterin gue ke bandara. Gue mau pulang."

"Pulang? Ke mana?"

"Ya kali ke apartemen pake pesawat. Ke Kanada lah ...," ucap Malven yang mengejutkan Gerry.

"Ngapain? Kok mendadak, sejak kapan lo beli tiket?"

"Baru tadi."

"Iih ... ngapain? Gue ikut?"

"Damai sama bokap. Dih ... lo di sini aja, kuliah yang bener biar nggak marah Kak Zea-nya." Malven masuk ke kamar karena udara semakin dingin menerpa tubuhnya.

"Seriusan?" Lo ninggalin gue sendiri? Terus Meisha gimana?" Gerry mengikuti Malven.

"Oh, iya ... Meisha ... lo deketin aja, bawa ke apartemenku. Inget! Lo jangan macem-macem sama dia. Jangan juga bawa dia ke rumah lo, ada anjing ... gue takut kalo ke sana. Satu lagi, jangan nyanyi-nyanyi seperti yang dikatakan tetangga lo ya." Malven tertawa puas.

Gerry menggaruk kepalanya. "Gue bawa Meisha gimana, Vin? Gue ngomong apa sama dia? Nah iya kalo dia mau, kalo teriak gue penjahat gimana?" Sembari menunjuk ke dirinya sendiri.

"Pinter-pinter lo aja deh ... buruan tidur! Uda malem." Malven menyuruhnya tidur padahal dia sendiri sedang membuka laptop.

"Lo seriusan mau damai?" tanya lagi Gerry.

"Enggak."

Tiba-tiba Malven bertanya pada Gerry. "Apa lo pernah membunuh?"

Seketika Gerry terkejut, lalu terdiam sejenak sambil mengingat masa lalunya.

Gerry mulai bercerita. "Gue dulu liar banget, susah dibilangin. Nyokap gue pun udah meninggal. Gue sama kayak lo, punya bokap yang kejam. Saat gue umur 12 tahun, sepulang sekolah gue lihat anjing lagi makan di rumah orang. Gue nggak tau itu rumahnya siapa. Terus gue ambil induk anjingnya, gue bunuh pake gunting karena waktu itu gue cuma bawa gunting abis buat kerajinan di kelas. Awalnya nggak sengaja bunuh, tapi dia beneran mati. Hari selanjutnya gue nangis karena udah bunuh anjing, lalu berniat ngerawat anjing. Ya udah gue bawa anak anjing milik orang itu ke rumah. Udah. Setelah dewasa, gue sadar perbuatan keduanya salah padahal niatnya baik mau ngerawat anjing ... biar nggak kayak induknya yang gue bunuh itu." Gerry melihat Malven dengan tertawa.

VIRULEN (END)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang