"Keberadaanmu di sini mengancam nyawamu sendiri-seperti kau masuk ke kandang predator."
~Malven Arion~
•
•
"Entah kenapa dua manusia tampan ini seolah tidak menyukaiku di sini, padahal tidak ada kesalahan yang kuperbuat."~Meisha Eska Lovata~
•
•
"Jika saja pergerakanku dipercepat, mungkin Malven akan segera menyusul ibunya di akhirat."~Gerry Adelio~
•
•Gerry meninggalkan apartemen Malven setelah mengambil laptop dan iPad-nya dengan alasan pulang ke rumah untuk mengerjakan tugas agar tenang-tidak ada gangguan. Malven tidak bisa melarangnya karena dia juga juga akan mencari tahu sesuatu mengenai Gerry.
"Alvin ... bosen," gumam Meisha yang sedang menonton drama korea.
"Pergi sana!"
"Lo ngusir?" sahut Meisha cepat sambil menengoknya.
"Maksud gue main sama temen lo biar nggak bosen, atau tidur aja. Nanti malem jadi pemotretan kan? Biar nggak kelelahan dan mengantuk," jelas Malven.
"Lo lupa? Gue kan bilangnya besok ihh!" dengkus Meisha.
Meisha menyelonjorkan kakinya, memejamkan mata dengan tangan kiri yang menyangga kepalanya, sedangkan tangan kanannya memegang ponsel.
"Lo ngrasa Gerry aneh nggak sih?" ucap Meisha yang masih memejamkan matanya.
"Hmm," balas Malven.
Sekarang mata Malven fokus menatap layar laptop, dirinya membaca surel dari Kevano, teman lamanya yang ada di Kanada. Setelah membaca hasil informasi tersebut, riwayat Gerry memanglah bersih. Tidak ada hal aneh yang terjadi, dan orangtuanya itu bukan Dira dan Arion, melainkan atas nama Leo dan Silly, orangtua angkatnya.
Malven pun baru tahu bahwasanya nama lengkap Gerry adalah Arvandero Gerry Adelio dengan marga yang sudah diubah. Kevano juga mengirimkan foto keluarga Adelio. Malven mengamatinya cermat, lalu terpusat kepada Zea. Saat itu wajah Zea sungguh masam dan datar, tidak ada kebahagiaan dan terlihat aura kebencian terhadap Gerry. Namun, kenapa Zea memperlakukan Gerry dengan baik?
"ALVIN!" teriak Meisha saat melihat Malven yang serius menatap laptop.
Malven hanya mendengar panggilan itu samar saking fokusnya membaca informasi itu.
Meisha dengan sengaja menutup laptop Malven yang jelas akan membuat sang pemiliknya marah. Namun, wajah Meisha itu masih terlihat santai. Tidak ada rasa takut sama sekali, justru Meisha menarik sudut bibir sedikit tinggi. Kedua tangannya menangkup pinggang rampingnya, sedangkan dagunya terangkat.
Malven menghela napas dalam-dalam, memegang rahangnya yang mengeras sambil menahan emosi yang mulai menyebar. "Ke kamar!" perintah Malven datar sembari mengerutkan dahinya dengan tangan yang menunjuk ke kamar.
"Kenapa kalian berdua aneh?" Meisha mengubah ekspresi wajah itu, dia mengerutkan bibirnya seraya memicingkan mata fokus tertuju pada Malven.
"Pergi!" titah Malven lagi yang masih menahan emosi. Malven menjamin Meisha tidak bernasib sama dengan Landirzan. Setelah kejadian itu, Malven sulit mengendalikan emosi, berhati keras dan kurangnya rasa empati. Namun, Malven bukanlah psikopat ... dia masih mempunyai rasa penyesalan setelah melakukan pembunuhan terhadap Landirzan. Dia juga selalu menyesal dengan perkataan kasar yang tidak disadarinya saat mengucapkannya.
"Nggak mau!" tolak Meisha yang malah duduk di sebelah Malven.
Malven memijat pelipisnya pelan lalu mengalah dengan gadis tengil itu. Malven membawa laptopnya ke ruang rahasianya. Dia sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRULEN (END)✔️
Misteri / ThrillerMalven Arion, Mahasiswa S2 di Harvard University. Ia mengalami banyak kejadian aneh setelah kepulangannya ke Kanada. Ia juga diperintah oleh ayahnya untuk mengusut kematian istrinya, atau ibu Malven sendiri. Awalnya Malven menolak karena melibatkan...