Part 24 || Luka

31 8 10
                                    

Malven memijat pelipis secara perlahan, belum ada 2 jam di apartemennya sudah dibuat pusing oleh dua manusia yang sering bertengkar.

"Ger, pesen makanan," kata Malven datar. Gerry menghentikan kegiataannya yang sedang perang bantal dan adu mulut itu dengan Meisha.

Langkah kaki Gerry mendekat ke Malven. Memegang kedua bahunya yang reflek ditepiskan oleh Malven karena risih. "Lo laper?" tanya Gerry seolah meledeknya.

"Buruan pesen!" titah Malven sambil berjalan ke sofa untuk menyenderkan kepalanya.

Gerry terdiam-menengok ke Meisha. Kedua mata itu saling berpaut mengkomunikasikan sesuatu lewat indra penglihathatan itu.

"Nggak sesuai peraturan. Ven, gue masak dulu, ya. Lo duduk sini dan tunggu aja," kata Gerry yang berjalan keluar membuka knop pintu.

Malven menatap aneh Gerry karena perkataannya barusan. Menaikkan alisnya sebelah sambil memperhatikan punggung Gerry yang mulai menghilang. "Ada apa sama dia?" gumam Malven yang tentu tidak bertanya pada Meisha, tetapi gadis itu menjawabnya.

"Gue sama Gerry punya peraturan masing-masing. Namun, gue nggak nyangka aja dia punya rasa tanggung jawab yang besar," jawab Meisha.

Malven masih tidak mengerti dengan peraturan mereka. Mengusap wajah kasar lalu memejamkan mata sekejap. Tangannya dilipat di depan dada, sedangkan kakinya disilangkan untuk menemukan titik nyamannya. Apa ini termasuk rencana Gerry selanjutnya? batin Malven yang menebak-nebak.

Suasana hening, juga canggung. Malven bangkit dan menyusul Gerry ke dapur. Walaupun tubuhnya lelah-pikirannya gundah, tetap dia tidak tega membiarkan Gerry memasaknya sendiri.

"Lo mau ke mana?" tanya Meisha.

"Dapur, lo sini aja ... tidur atau belajar," singkat Malven yang mendapati wajah cemberutnya.

Dibukanya pintu itu lalu ditutup dengan sedikit keras hingga menimbulkan suara gebrakan yang membuat Meisha tersentak kaget.

"Malven dan Gerry ... dua laki-laki aneh. Mereka berdua saling peduli bahkan obrolannya lebih halus daripada sama gue. Kenapa mereka berdua pengen gue di sini padahal gue selalu dijahilin sama Gerry, dan ... bola mata Malven menunjukkan rasa tak suka dengan keberadaan gue. Hmm, kenapa?" gumam Meisha sembari menyangga dagunya.

Di sini lain, Malven sengaja menjatuhkan gelas kaca yang ada dipegangannya.

"Gue tahu lo suka, tapi lo nggak bisa maksain tubuhmu buat kerja," titah Malven yang menatapnya tajam lalu mendekati Gerry.

"Kerja?" tanya Gerry sambil tersenyum miring. Dia mematikan kompornya terlebih dahulu untuk mendengarkan perkataan Malven dengan tenang.

"Iya, tangan lo bekerja untuk melakukan hal banyak. Kaki lo bekerja untuk berjalan sesuai kerja otak lo. Lo butuh istirahat, nanti gampang gue pesen makanan dan masalah ruang tengah yang berantakan, gue bisa nyuruh Meisha atau gue sendiri yang beresin," kata Malven yang menggigit buah pir kesukaan Meisha.

"Eh, itu punya Meisha." Gerry mengambil paksa buah pirnya. Dia tidak ingin membuat Meisha marah karena buah itu hanya tinggal satu di kulkas, belum sempat membelinya lagi.

"Emang kenapa? Gue nggak boleh makan? Lagipula udah gue gigit pasti Meisha nggak bakalan mau bekas dari gue." Malven mengambilnya lagi yang juga dengan paksaan. Malven tidak suka Gerry yang terlalu menuruti peraturan itu walaupun dirinya tidak tahu peraturan apa saja yang mereka buat.

"Malven," panggil Gerry dengan wajah memelas. Nada yang merengek dan dahi yang dikerutkan.

"Diem lo! Sana tidur aja!" perintah Malven yang kembali menggigit pirnya.

VIRULEN (END)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang