Part 11 || Pesan Misterius

42 12 10
                                    

Mereka menaiki lift menuju lantai 32. Perasaan Malven tak bisa tenang sedari tadi, begitu pun dengan Gerry. Gerry berusaha menenangkan, dia bingung mau melakukan apa jika Malven sudah seperti ini. Tiba-tiba lift terhenti di lantai 26, mereka saling menatap tak percaya. Kenapa di saat seperti lift tidak bisa diajak kompromi?

"Sial!" Malven menendang dinding lift.

"Kendalikan emosimu Vin." Gerry segera menekan tombol interphone, lalu meminta bantuan untuk segera keluar dari lift.

"Jika benar bokapku yang melakukan ini semua ... meretas file biar gue nggak kuliah, meneror dengan pesan itu, ... gue udah pasti nggak akan cari Meisha! Apa lagi yang akan papah lakukan?" dercak Malven dengan tegas.

Di sela-sela itu, Malven mendapat pesan misterius lagi. Kali ini Gerry juga mendapatkannya.

Kini mata mereka saling beradu.

"Hanya orang jahat lah yang mampu melampiaskan dendam."

Mereka membaca pesan itu secara bersamaan. Matanya tertahan-tak berkedip beberapa detik.

Lift perlahan terbuka, artinya bantuan telah tiba.

"Silakan keluar dengan hati-hati, ... apakah Anda baik-baik saja?" tanyanya sopan.

"Iya, terima kasih atas bantuannya," jawab Malven.

Kemudian mereka berlari menuju anak tangga. Tidak peduli berpuluh-puluh anak tangga mereka naiki untuk sampai ke lantai 32.

Sesekali mereka berhenti untuk menormalkan pernapasan, lalu kembali berlari dengan keringat yang sudah bercucuran di wajahnya.

Sampainya di lantai 32, Malven mencari ruangan keamanan. Namun, Gerry meminta untuk istirahat terlebih dahulu. Tenaganya mulai melemah, tenggorokan pun terasa kering.

"Gue tau lo penasaran dan marah banget, kita istirahat dulu Vin," ujar Gerry dengan napas yang tersenggal-senggal, begitu pun dengan Malven.

"Ya udah, oke." Malven menuruti.

"Awalnya gue curiga sama lo, tapi karena lo dapet pesan juga. Jadi, gue yakin bukan lo ...." Sempat-sempatnya Malven mengatakan itu di saat seperti ini, yang mana akan menganggu mood Gerry.

"Astaga, Malven. Kok lo jadi nggak percaya sama gue? Gue bingung mau gimana biar lo percaya," ucapnya sembari mengelap keringat.

"Hahaha ... maaf, gue udah berpikir sempit. Mana mungkin orang baik kayak lo jahatin gue, 'kan? Palingan jahilnya yang nggak ketolong." Malven tertawa sembari menepuk bahu Gerry.

"Ih ih ih ... lo itu ya, pengen gue panggang. Btw, tenggerokanku kering banget nih."

"Tuh ada galon," tunjuk Malven.

"Ayo masuk, kita liat apa yang terjadi."

Mereka memasuki ruangan itu, Gerry tak henti-hentinya memperhatikan sekitar sebelum petugasnya menyetel ulang rekaman CCTV.

Setelah keluar dengan wajah sia-sianya itu. Gerry menepuk lengan kiri Malven yang membuat Malven merintih kesakitan.

"Lo buat gue capek, lo harus tanggung jawab!" Gerry menatap Malven dengan sinis, walau begitu ... dia menyimpan tawa sekejap.

"Kok bisa ya, dia itu kayak mata-matai kita. Dia seakan tau apa yang kita lakukan." Malven masih tidak percaya, tidak ada informasi apa pun setelah melihat rekaman itu.

"Udah lah, udah ... lo tau sekarang jam berapa? 11.45 PM, jam tidurku udah ke makan, sisanya dikit ... mana kenyang sampe besok?"

"Kalo gue pesen makanan jam sekarang, kira-kira bisa nggak yah?"

VIRULEN (END)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang