cerita ini bermula ketika hatiku tumbuh dan hidup
di tengah gersangnya bumi,
luruh dan redup dalam impian dan anganku sendiri.
merayakan sepi kataku dalam hati.
segelas kopi ditemani banyaknya hidangan tanya;
tentang bagaimana menghilangkan sepi
dan cara memeluk diri sendiri.
aku tak memiliki sesiapa kala ini,
kehampaan ialah satu-satunya tempat yang aku sebut pulang.
sementara mencintai ialah jambatan penghubung menuju pulau
tempat di mana dahulu aku pernah punah dan hilang.
aku mulai membayangkan hangatnya peluk di pundak
seperempat malam,
gemasnya jemari yang aku genggam,
barangkali yang paling aku rindukan saat ini ialah bercerita tentang
penatnya hari di bawah bulan yang tenteram.
walau setelahnya aku dibangunkan oleh kenyataan
bahawa kamu tak pernah mengharapkanku,
sekali pertemuan menjadi awal perpisahan.
kita kembali asing.
kopi kembali dingin dan hatimu pergi tanpa sedikit meminta izin.
"merayakan sepi,"
kembali aku ucapkan kepada diri sendiri,
sekali lagi.
mata yang pernah aku tatap saat awal berjumpa
menjadi mata yang hanya menetap pada setiap unggahan cerita,
tanpa sedikit pun balasan pesan,
tanpa kepedulian terhadap seberapa besar upaya dalam
mencari jejak perhatianmu.
sekali lagi,
kamu tak benar-benar mengharapkanku.
telingamu tak benar-benar mendengar ceritaku saat ini,
dan sejatinya kamu hanya mengasihani bukan mengasihi,
kamu hanya sayang tapi bukan menyayangi
dan di hatimu hanya dipenuhi oleh persoalan bukan perasaan.
jadi, sudah kamu faham bukan?
YOU ARE READING
Tuhan Sebut Sia-Sia
Puisiperempuan yang dalam kekeliruan, tentang siapa yang meninggalkan siapa, perempuan yang terperangkap dalam rindu dan egois, yang terkurung antara kata cinta dan benci. perempuan yang terperangkap dalam kekeliruan dunia & cinta. yang terkunci dalam de...