Hari Senin, terik matahari, hawa panas menyengat adalah hal yang sangat Yesa benci. Tidak sepenuhnya benci juga, jika ia dalam mood bagus, semua itu tidak akan masuk ke dalam daftar hal yang ia benci. Mungkin hanya hari ini saja. Entah kenapa, lelaki itu sangat tidak bersemangat.
Tak berselang lama, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.
"Sa. Pinjem kuas dong. Yang flat."
"Ck. modal napa lo! udah tau ke studio, malah gak bawa apa-apa." Mendumal, tetapi tetap memberikan apa yang temannya butuhkan.
"Lupa gue Sa, thanks ya. Ntar kelar dari sini gue traktir mie ayam di kantin."
"Jujur, gue sebenarnya ikhlas minjemin kuas ke lo...”
"Nggak mau Sa ?"
“Kalo lo maksa, mau deh. Kapan lagi ditraktir sama Gamaliel Dava Vantoni, kan?”
Lelaki yang disebut namanya mendengus kesal. Sudah hafal tabiat temannya.
“Karena gue lagi baik, gue traktir apa yang lo mau.”
“Oke, kalo gitu. Sepaket sama es teh dan batagor dua porsi ya?”
"Lah ngelunjak."
“Bukan Yesa kalo nggak ngelunjak.”
Dava abai, memilih kembali melukis daripada menanggapi Yesa yang malah membuatnya pusing.
Yesa? anak itu tertawa senang melihat temannya yang tertekan akibat ulahnya.
Sebelum masuk ke cerita, mari memperkenalkan karakter utama kita.
Namanya Yesa Alfidiaz, mahasiswa tahun kedua di Neo University, Fakultas Seni Rupa. Apa lagi yang perlu kalian tahu? Visual? Sudah jelas dia tampan. Akademik? Itu... sebenarnya tergantung situasi dan kondisi. Ada saatnya dia pintar. Ada saatnya pula ia bodoh. Kepribadian? Kalian bisa menilai sendiri di seiring mengikutinya hingga akhir. Alasan mengambil pendidikan seni rupa? Ingin masuk ke fakultas terbaik, tapi tidak didukung dengan keadaan ekonomi.
Baik, mari tinggalkan kehidupan pribadi Yesa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONOCHROME [Completed]
General Fiction〖˒ first collaboration 〗˒ with nctzen's author ღ ➥ general fiction ; slice of life , college life , friendship. ✧ yesa alfidiaz dan upayanya mencari setitik warna dalam kehidupan