## 34

7 1 0
                                    

“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Tuhan berkehendak lain. Kian Derano kami nyatakan meninggal dunia.”

Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di kepala Yesa. Dunia Jenan hancur, ini semua sudah pasti ulah perempuan yang saat ini sedang mendekam di penjara.

“Apa kata mereka kalo gue suka sama orang yang udah hancurin dunia sahabat mereka?"

Yesa membasuh mukanya dengan air mengalir di wastafel.

Usai mendengar kabar dari dokter, semua orang terpukul. Terlebih lagi Jenan, Yesa tak sanggup melihat temannya menangis karena kepergian kekasihnya.

Bohong jika selama ia menjenguk Cindy, tiba-tiba terbersit rasa tertarik untuk mengenal Cindy lebih jauh lagi. Perempuan itu pasti memiliki sisi baik, dan mau mengubah sifat buruknya di kemudian hari. Yesa yakin itu, tapi apa dia masih diterima teman-temannya? Apa suasana pertemanan mereka masih sama seperti dulu?

“Gue kenapa bisa tertarik sama dia sih?”

***

Setelah upacara pemakaman Kian dilaksanakan, Yesa meminta ijin untuk pergi terlebih dahulu dengan alibi ada urusan di kantor kepolisian.

Memang benar ia memiliki urusan di sana.

“Saya ingin mengunjungi tahanan atas nama Cindy.”

***

“Gue udah bilang berapa kali ke lo, Yesa? Stop jengukin gue! Lo bukan keluarga atau kerabat gue!”

Yesa masih diam memperhatikan bagaimana perempuan yang menghancurkan dunia Jenan berceloteh sesuka hatinya. Wajah cantiknya setiap kali ia berkunjung pasti ada luka di sana. Rupanya ia masih menerima kekerasan di dalam sel tahanan.

“Lo bukan siapa-siapa gue. Bukan juga temen gue. Jangan pernah ke sini lagi. Selesai.”

“Tunggu. Gue mau ngomong sesuatu sama lo.”

Cindy yang hendak memanggil petugas agar membawanya kembali ke sel pun terhenti.

“Puas lo? Puas lo sekarang?”

Cindy tak mengerti.

“Kian meninggal.”

Hening.

Lalu tak lama gelak tawa terdengar membuat Yesa tak habis pikir. Seperti apa Cindy itu sebenarnya?

“Wow, Puji Tuhan. Doa gue terkabul. Bagus deh. Nggak ada siapapun yang bisa dapetin Jenan.”

“Gila.”

“Ya! gue emang gila. Gue udah gila gara-gara temen lo. Gue udah gila suka sama dia, gue udah gila jatuhin harga diri gue demi dia. Gue emang gila, terus mau lo apa?”

Yesa menghela napas, apa jiwa Cindy sedikit terguncang? Apa dia memiliki riwayat gangguan jiwa?

“Ayo berubah. Jangan gini. Gue mau bantu lo jadi pribadi yang lebih baik. Setelah ini ayo minta maaf ke Jenan. Lo udah hancurin dia.”

“Terus apa bedanya dia yang juga hancurin gue?”

“Lo keterlaluan dengan celakain Kian sampe meninggal.”

“Sama. Dia juga hancurin gue rasanya kayak meninggal juga. Hancurin harga diri gue, bikin gue mendekam di penjara, nggak diakui keluarga gue lagi. Hancur gue. Hancur.”

“Lo dipenjara karena ulah lo sendiri. Apa lo nggak pernah mikir, apa penyebab lo bisa masuk ke sini? Hukuman lo 10 tahun penjara kan? Lo mikir nggak apa yang bikin lo ada di sini selama itu?”

Cindy diam.

“Lo mikir nggak akibat perbuatan lo ini? Nyawa orang, Cindy. Nyawa orang. Lo hilangin nyawa orang nggak akan pernah bisa balikin lagi. Lo dipenjara, bisa bebas nanti. Lo nggak diakui keluarga lo, bisa diperbaiki. Kalo nyawa yang hilang, apa bisa balik ke raga lagi?”

Perlahan, air matanya luruh jua. Benar apa yang dikatakan Yesa. Ia tidak memikirkan semua itu. Yang ada di pikirannya hanya bagaimana caranya Kian tidak bisa memiliki Jenan. Bagaimana caranya ia bisa membalas sakit hatinya pada mereka.

Yesa berpindah duduk di sebelah Cindy membawa perempuan itu bersandar dalam pelukannya. Entah sadar atau tidak.

“Adik gue dipenjara juga, gue berusaha ringanin hukumannya. Karena gue sayang dia, gue nggak mau liat dia menderita di penjara...”

“... lo mau gue perjuangin juga nggak? Setidaknya biar masa hukuman lo bisa berkurang.”








© 2021, karayouuu.

MONOCHROME [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang