Setelah insiden kecelakaan Kian, Jenan tak pernah menginjakkan kakinya di rumah mereka, setelah waktu itu ia dipaksa pulang untuk sekedar membersihkan badan yang terkena noda darah. Sepertinya ia menemani Kian di rumah sakit. Semua memaklumi itu. Jenan pasti sangat terpukul dengan apa yang sedang menimpanya.
Sesekali teman-teman yang lain bergantian menemani Jenan di rumah sakit, membawakannya baju ganti, juga makanan karena Jenan pasti menjaga Kian 24 jam.
Hari ini hingga beberapa hari ke depan, Yesa disibukkan dengan kuliah. Selama itu pula, ia absen untuk menemani Jenan di rumah sakit.
“Ni anak demen banget bengong, woy! Yesa! sadar! ntar lo ketempelan!” Dava datang menepuk pundak Yesa membuat si empunya terkejut.
“Bisa biasa aja nggak? Kaget gue.”
Dava abai, memilih duduk di hadapan Yesa sembari memberikan sekaleng minuman dingin yang dibawanya untuk Yesa.
“Thanks,” gumam Yesa pelan. Sangat pelan.
“Lemes amat dah lo. Kenapa sih? Ada apa sih? Keteteran sama tugas-tugas lo?”
Yesa menggeleng lemah.
“Ya terus?”
“Nggak tau, gue lemes aja. Pacar temen gue masuk rumah sakit, dia kecelakaan.”
Dava yang tadi meremehkan sikap aneh Yesa kemudian merasa bersalah.
“Eh, sorry. Gue nggak tau. Semoga pacar temen lo cepet sembuh, ya?”
Yesa tertawa kecil melihat perubahan sikap Dava. Seperti bukan Dava yang biasanya.
“Nanti gue sampein.”
Dava mengangguk.
“Yuk, siap-siap. Bentar lagi, ada tugas ke studio lukis. Terus besoknya kita ada kunjungan ke galeri seni lagi. Buat laporan, terus praktek lagi ke studio lukis.”
Yesa meringis mendengar celotehan Dava tentang schedule mereka. Masih sangat sibuk rupanya.
“Hm. Ayo.”
***
Sepulang kuliah, Yesa tak langsung pulang. Melainkan ia pergi ke kantor polisi untuk menjenguk adiknya. Membawakannya makanan, juga berusaha membujuknya untuk memberitahu keberadaan Sangrilla.
Begitu Bagas dipanggil, Yesa mengetuk meja gugup.
Bertahun-tahun tidak pernah bertemu, hingga kunjungan keduanya membuat Yesa tetap saja gugup jika bertemu adiknya. Masih terasa asing dan sangat canggung.
“Ngapain lagi ke sini?”
Yesa mengangkat kepalanya, mendapati Bagas memakai pakaian tahanan dan juga kedua tangan yang diborgol. Miris.
“Nggak usah liatin gue kayak gitu. Kalo nggak penting, mending lo pergi.” Sarkas Bagas begitu ia duduk di hadapan kakaknya.
“Ini...”
Yesa mendorong satu tas kantong berisi banyak makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONOCHROME [Completed]
General Fiction〖˒ first collaboration 〗˒ with nctzen's author ღ ➥ general fiction ; slice of life , college life , friendship. ✧ yesa alfidiaz dan upayanya mencari setitik warna dalam kehidupan