## 20

4 0 0
                                    

Satu minggu berlalu, setelah staycation bersama teman-temannya. Bukannya merasa senang dan terlepas dari beban setelah liburan, Yesa justru merasa lebih terbebani.

Bukan karena masalah Sasha dan Rakha, ah justru Yesa sempat melupakan hal itu.

Ia kembali mendapat teror, masih sama sepertu sebelumnya. Yesa menerima pesan teror dari nomor tak dikenal. Yesa semakin takut karena si peneror ini mulai mengetahui nomor pribadinya.

"Yesa lo ngelamun aja ada apa sih?" tanya Dava membuat Yesa tersadar dari lamunannya.

Sekarang ia sedang berada di studio lukis Neo University.

Yesa mengembuskan napas, lalu meletakkan kembali palet beserta kuasnya di atas meja kecil.

"Gue keluar bentar ya, Dav." pamit Yesa kemudian pergi meninggalkan Dava yang kebingungan. "Tuh anak kenapa dah," gumamnya.

Keluar dari studio lukis, Yesa melangkahkan kaki ke toilet. Ia ingin membasuh muka agar bisa berpikir jernih.

"Itu orang dah gila segala pake ngancem mau bunuh. Segitu bencinya dia sama gue? Perasaan gue nggak pernah punya musuh. Terus dia siapa anjir."

Yesa menatap pantulan kaca, menatap dirinya yang mulai terlihat sedikit kacau. Kantong mata yang mulai terlihat dan pandangannya juga terlihat sayu. Seakan-akan menunjukkan dia sedang butuh pertolongan.

"Jangan sampe anak-anak kos tau. Gue nggak mau ngerepotin mereka."

Selesai membasuh muka sekali lagi, ponselnya tiba-tiba berdering. Ada panggilan masuk dari nomor tidak dikenal.

Yesa menatap lamat layar ponselnya, ada rasa ketakutan. Namun di sisi lain ia ingin melawan rasa takut itu.

Begitu mengangkat panggilan, tidak ada suara di seberang sana. Hanya suara deru napas yang Yesa dengar.

"Siapapun lo, tolong jangan ganggu. Apa mau lo sebenarnya? Gue nggak kenal sama lo."

Tak berselang lama, sesorang berbicara dari seberang telepon.

"Lo kenal sama gue, gue mau lo menderita."

Tut.

Panggilan dimatikan sepihak, Yesa menengguk air liurnya dengan susah payah. Kali ini apa yang akan menimpanya?

***

Di tempat lain, Bagas tersenyum puas setelah mematikan telepon. Ia merasa senang di permainan kali ini.

"Besok kita main-main ya, Mas. Gue udah mulai miskin nih."

Bagas memakai kembali tudung hoodienya, lalu kembali beraksi di jalanan untuk mengambil dompet orang yang berlalu lalang di sana.

***

Kembali dari toilet, Dava kembali dibuat kebingungan karena Yesa yang terburu-buru membereskan barangnya.

"Lo mau kemana Sa?" tanya Dava yang tidak ditanggapi Yesa.

"Bilangin gue sakit, makasih Dav. Gue duluan."

Dava mengangguk tanpa banyak bertanya, ia pikir Yesa sedang ada masalah.

Yesa melangkahkan kakinya dengan cepat sesekali ia berlari agar sampai di parkiran sepeda. Ia ingin ke coffeeshop, dan bekerja lebih awal guna mengalihkan pikirannya.

***

"Kamu baik-baik saja Yesa?" tanya bos Yesa yang kebetulan sedang berada di sana untuk memantau kinerja karyawannya.

MONOCHROME [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang