## 22

5 0 0
                                    

Bagas membuka tudung hoodienya, napasnya terengah-engah setelah berhasil menghindari kejaran.

Ia mendudukkan diri, bergabung dengan beberapa tumpukan koran dan botol bekas di sebelahnya.

“Yesa udah sukses sama youtubenya, dia udah bahagia seolah-olah dia nggak punya beban. Hahaha lucu.” Bagas membuka kunci layar di ponselnya. Ia mengetikkan nama Yesa Alfidiaz di kolom pencarian youtube.

Terakhir kakaknya upload video gaming seminggu yang lalu, sudah tembus 500 ribu penonton.

“Dia masih inget punya saudara nggak sih?”

Bagas mematikan ponselnya, matanya terpejam menikmati angin semilir yang menyapanya. Tiba-tiba merindukan Sangrilla yang ia tinggal untuk mencari kakak mereka. Kakak yang sudah hidup berkecukupan. Saking cukupnya sampai melupakan anggota keluarganya.

“Gue nggak bisa biarin lo hidup tenang, Mas. Gue pengen liat lo menderita. Lo harus ngerasain apa yang kita berdua rasain.” desis Bagas mengalihkan pandangan ke sembarang arah

***

Jenan mempercepat langkah kakinya di sepanjang lobi kantor polisi. Tidak sendiri, di belakangnya ada Rakha yang berusaha mengimbangi langkah Jenan.

Hari ini kos mereka ditelepon pihak kepolisian mengenai penangkapan teman mereka, Yesa.

Terkejut? sudah pasti.

Kebetulan Jenan sendiri yang menerima panggilan telepon tersebut. Tak selang berapa lama, ia segera menghubungi Rakha untuk menemaninya datang ke kantor polisi.

“Tuh orang ngapain sih sampe ditangkep polisi?” gumam Rakha yang dapat Jenan dengar.

Jenan mengetuk sebuah ruangan yang ditunjukkan oleh anggota polisi lainnya.

Pintu terbuka menampilkan dua anggota polisi dan juga Yesa dengan pakaian tahanannya. Wajahnya yang pucat tertunduk malu ketika dua sahabatnya masuk dan bergabung dengannya di satu ruangan.

Rakha menelisik penampilan Yesa yang cukup memprihatinkan. Ia juga terkejut melihat salah satu kaki temannya dibungkus perban.

“Teman saya salah apa, Pak?” tanya Jenan.

Kedua polisi tersebut menceritakan apa yang terjadi semalam. Rasanya Yesa ingin melontarkan berbagai kalimat untuk membela dirinya sendiri, namun sepertinya juga percuma. Jenan dan Rakha tidak ada di tempat itu. Mereka pasti tidak akan percaya dengan apa yang dijelaskan Yesa nantinya.

“Jikalau saudara Yesa tidak menghindar dan memberontak, kejadian seperti ini tidak akan terjadi.” ujar seorang polisi menunjuk luka di kaki Yesa. 

Yesa menghela nafasnya, salahnya juga yang bertindak gegabah.

Bukan karena apa-apa, semalam ia memang panik. Sangat panik hingga ia tidak bisa berpikir jernih. Yang ada di kepalanya saat itu hanyalah bagaimana caranya ia bisa lolos dari kejaran polisi.

“Apa sudah cek cctv di sana, Pak?” tanya Renjun membuat Yesa tersadar dari lamunannya.

“Maaf, di sana tidak ada cctv. Tapi pihak kepolisian sudah mulai melakukan penyelidikan di tempat kejadian. Jadi, untuk sementara saudara Yesa kami tahan.”

Jenan dan Rakha menatap Yesa dengan tatapan yang sulit diartikan. Sorot mata keduanya menyiratkan jika ada rasa kecewa juga marah di dalamnya. Itu yang Yesa simpulkan.

MONOCHROME [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang