## 08

23 6 2
                                    

Tepat di hari Minggu Yesa pergi ke tempat minimarket, tempat ia bekerja setelah pulang dari coffee shop.

Yesa sudah berdiri di depan minimarket sembari membawa surat pengunduran diri. Yesa merasa ragu, namun ia juga tidak mau mengecewakan Sasha yang sudah peduli dengannya.

Menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya. "Nggak apa-apa, Sa," monolognya.

Yesa mulai masuk ke minimarket di sambut baik oleh salah satu kenalannya yang kebetulan dapat shift pagi.

"Eh,Yesa. Tumben lo kesini, ada apa? Bukannya shift lo malem ya," sapa pegawai minimarket itu dengan ramah. Yesa tersenyum canggung, "Iya nih. Mau ketemu sama Pak Bos, ada di ruangannya nggak?" tanya Yesa.

"Kebetulan banget. Ada tuh, ke ruangannya langsung aja"

"Oke deh. Thanks ya. Semangat kerja lo." Yesa meninju pelan lengan pegawai tersebut.

"Yoi."

Yesa melangkahkan kakinya menuju ruangan kecil tempat bosnya singgah. Atasannya itu jarang sekali berada di minimarket. Ia mungkin ke sana sekedar memantau kinerja pegawainya saja, itupun hanya satu minggu bisa tiga sampai empat kali beliau singgah.

Tok tok tok

Yesa mengetuk pintu.

Semoga ini keputusan yang tepat, batin Yesa.

"Masuk." Seseorang membalas dari dalam, yang tak lain adalah atasan Yesa.

"Selamat pagi, Pak," sapa Yesa.

"Oh! Yesa. Silakan duduk."

"Terimakasih pak."

"Ada apa mau ketemu saya, Sa ?" tanya sang atasan.

"Saya...saya mau mengundurkan diri pak. Ini surat pengunduran diri saya." Yesa menyerahkan amplop yang berisikan surat pengunduran diri yanh sedari tadi ia pegang.

"Oke, untungnya kamu part time ya Yesa. Jadi mau resign sewaktu-waktu bisa."

"Iya, pak. Terimakasih."

"Ngomong-ngomong kamu udah denger kasus pencurian di minimarket ini?" tanya Ali, pria di hadapan Yesa yang menyandang pemilik minimarket. Beliau adalah atasan Yesa.

"Sudah, Pak. Apa pelakunya sudah ditemukan?"

"Belum. Menurut laporan dari pegawai shift siang, pelakunya masih kecil. Ya..seumuran sama anak SMA. Kecil-kecil sudah jadi pencuri, mau jadi apa dia kalo udah besar nanti?" Ali menggelengkan kepala, lalu menyimpan surat pengunduran diri di laci.

Pikiran Yesa melayang, seketika ia teringat dengan adiknya di kampung halaman. Apakah Bagas sudah seumuran anak SMA sekarang? Apakah dia tumbuh dengan baik di sana? Apakah ia makan dengan benar? Yesa memikiran itu semua.

Ingin menemui adik-adiknya pun, bagaimana caranya? ia tidak memiliki niatan untuk pulang mengingat ibunya...

"Yesa? Kok bengong?" Ali menepuk pelan lengan Yesa. Membuat Yesa terkesiap.

"Oh, maaf, Pak." Yesa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Apa kamu lagi sakit? Abis ini langsung pulang, terus istirahat. Besok masuk kuliah kan? atau masih ada yang mau disampaikan?"

"Eh? Enggak,Pak. Ya sudah, kalau begitu saya pamit. Terima kasih atas kerjasamanya selama ini Pak Ali. Bapak sudah banyak membantu saya," pamit Yesa lalu menjabat tangan atasannya.

"Iya, sama-sama Yesa. Terima kasih kembali sudah membantu saya di minimarket ini." Ali membalas jabatan tangan Yesa.

Tak lama, Yesa pun berlalu meninggalkan ruangan Ali dengan perasaan yang lega.

MONOCHROME [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang