## 27

6 0 0
                                    

Mereka semua sudah menunggu di depan ruang IGD. Menunggu Dokter yang sedang menangani Kian.

“Ini gak mau ngasih tau keluarga Kian?” Harsa membu ka suara.

“Kian yatim piatu, orang tuanya udah gak ada. Sekarang dia tinggal sama nenek,” jawab Jenan seadanya.

“Lo tau alamat rumah neneknya Kian?” tanya Rakha. Jenan mengangguk dan segera memberi tau alamat rumah nenek sang kekasih.

“Gue aja yang jemput neneknya, gimanapun beliau harus tau cucunya lagi gak baik-baik aja.”

Dengan inisiatifnya, Jean langsung memberi kunci mobilnya kepada Rakha.

Rakha yang mengerti maksud Jean, hanya mengangguk dan menerima uluran kunci yang diberikan kepada dirinya.

Rakha langsung berlari menyusuri lorong rumah sakit dan segera menjemput nenek Kian.

Kini, Jenan menunggu dengan kaki lemas kini ia hanya mempunyai satu harapannya, agar keadaan Kian pulih dengan cepat.

Jenan mengusak rambutnya dengan kasar. “Harusnya gue gak biarin Kian nyebrang sendirian.”

“Harusnya gue larang Kian nyusul gue.”

“Harusnya ini gak terjadi dalam hidup gue.

Jenan terus mengeluarkan kata-kata dari bibirnya yang selalu menyalahkan dirinya sendiri. Jean memegang bahu Jenan.

“Stop nyalahin diri lo, ini bukan salah lo, dan ini juga di luar kuasa lo.”

Yesa menatap Jenan dengan iba. Pasti berat berada di posisinya sekarang. Yesa hanya bisa menemani dan sesekali menenangkan Jenan.

“Nak bagaimana keadaan Kian?” tanya Nenek Kian yang sudah berada di depan mereka.

“Nenek duduk dulu ya, Dokternya sedari tadi belom keluar dari ruangan itu.” Harsa menuntun nenek Kian agar beliau bisa duduk dan mencoba menenangkannya.

Tak lama kemudian, suara ganggang pintu terdengar. Semua orang langsung mendekati Dokter tersebut.
“Bagaimana keadaan cucu saya, Dok?” tanya nenek dengan cepat.

“Saudari Kian mengalami sentakan kerasa ke kepalanya yang mengakibatkan cedera kepala berat yang cukup parah. Kami harus mengambil tindakan operasi karena ia mengalami pendarahan di otak yang cukup parah.”

Nenek Kian mengangguk, “Lakukan apapun Dok, agar cucu saya sembuh.”

Dokter tersebut mengangguk, “Baik.”

Dokter tersebut segera menyiapkan keperluan untuk operasi.

Sedangkan Jenan, berdiam diri mulutnya kelu ia bahkan tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun sekarang.

“Duduk Nan,” ucap Yesa saat melihat Jenan.

Jenan duduk di kursi tersebut.
Kini Kian dibawa ke ruangan operasi dengan brankar.

Jenan dan lainnya mengikuti perawat yang mendorong brankar tersebut.

Jenan dan yang lainnya masih setia menunggu di depan ruangan operasi.

MONOCHROME [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang