Yesa mengetukkan jarinya di meja belajar, merasa bosan karena semalaman berkutat dengan tugas yang tak kunjung selesai. Sesekali ia juga mulai menguap karena kantuk tiba-tiba menyerang.
“Ngopi enak nih.” Yesa beranjak dari duduknya.
Sebelum keluar kamar, Yesa sempat melirik jam yang terpasang di dinding kamarnya. “Udah pagi juga, kalo mau tidur nanggung.”
Sesampainya di dapur, Yesa segera mendekati kulkas dan mulai mencari kopi favoritnya. Namun yang ia dapat bukan kopi favoritnya, melainkan beberapa bahan makanan dan snack lain.
“Lah kopi gue mana dah? Perasaan udah gue taro di kulkas. Kok nggak ada?” Yesa kembali mencari kopinya, siapa tahu terselip di antara beberapa kaleng minuman soda.
Tak menyerah, ia kembali mencari di berbagai tempat sekitar dapur.
“Duh anjir, mana sih?! Gue udah beli kemarin kok. Kok nggak ada?”
Yesa terus mencari hingga menimbulkan kegaduhan di dapur.
“Gue tanya Rakha aja deh.”
Kemudian, Yesa pergi ke kamar Rakha. Lalu mengetuk pintunya keras membuat Rakha yang masih tidur pun terbangun.
“Eh woy! Orang gila mana yang gedor-gedor kamar orang jam segi—hmmpp.”
Yesa mendorong Rakha kembali masuk ke kamarnya dengan dirinya yang ikut masuk sambil membekap mulut temannya.
Rakha melepas paksa tangan Yesa yang menutup mulutnya.
“Apa-apaan sih, lo.” Protesnya.
“Sssttt. Lo denger kayak ada yang adu mulut nggak sih?”
Rakha diam, lalu menajamkan pendengarannya. Itu Jenan dan Jean.
Tak lama terdengar suara Jenan yang meminta semua penghuni kontrakan untuk berkumpul di ruang tengah.
***
Kini semua penghuni rumah ini sudah berkumpul di ruang tengah. Dengan posisi duduk mengitari meja dan saling berhadapan, Yesa tak berhenti menguap sementara Rakha sibuk mengusap wajah–mengembalikan kesadarannya. Berbeda dengan Harsa yang sudah menatap tajam Jean yang berada di hadapannya. Rasa kesal sudah menyelimuti pikirannya."Jadi gimana? Jelasin pelan-pelan," ujar Jenan tenang dengan mata menuntut penjelasan kepada dua temannya.
Baik Harsa maupun Jean tidak ada yang membuka suaranya. "Kenapa pada diem? Mending jelasin aja sekarang," kini Yesa ikut membuka suaranya karena sudah lelah dengan suasana ruang tengah pagi ini.
Jenan memfokuskan tatapannya pada Jean yang membuatnya mulai tak nyaman dan berdeham. "Gue gak suka ada yang ambil apa yang seharusnya jadi milik gue," ucap Jean gamblang.
"Hah?"
"Gue bilang, gue nggak suka ada yang ambil apa yang seharusnya jadi milik gue," tegas Jean membuat Harsa mendengus geli. “Sejak kapan Nada jadi hak milik lo? Dia bukan barang,” balas Harsa.
"Sejak awal, Nada udah interest ke gue, Mahendra.”
“It’s Harsa for you, Nolan.”
"Stop! Lo iri sama Harsa, Je?” simpul Rakha yang dibalas dengan tatapan tajam oleh Jean. Atmosfer dalam ruangan mulai terasa mencekam setelah Rakha membuka suara. Terlihat ekspresi Jean tidak terima atas ucapan Rakha lima belas detik yang lalu.
“Oke kalau memang itu keliatannya, good for you.”
“You miss the point, Je.” tegur Jenan yang sadar dengan kebiasaan lama Jean yang menuruti perkataan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONOCHROME [Completed]
General Fiction〖˒ first collaboration 〗˒ with nctzen's author ღ ➥ general fiction ; slice of life , college life , friendship. ✧ yesa alfidiaz dan upayanya mencari setitik warna dalam kehidupan