Cindy? Siapa Cindy?
Yesa penasaran, rasanya seperti pernah mendengar nama itu tapi di mana?
Rasanya seperti pernah mendengar teman-teman satu kontrakannya membicarakan nama itu, tapi kapan?
Hari ini, Yesa memutuskan untuk mengunjungi Cindy. Hanya penasaran, seperti apa sosok Cindy yang Jean ceritakan padanya. Ia juga penasaran seperti apa sosok Cindy yang berani menghancurkan dunia temannya, Jenan.
Apakah takdir sebercanda ini? Cindy satu tempat dengan Bagas? Bagas pasti ditempatkan di tahanan pria. Sedangkan Cindy di tahanan wanita. Yesa menggeleng lemah tak percaya dengan apa yang Tuhan berikan padanya? Sebuah kemudahan untuknya. Yesa tidak tahu harus bersyukur atau tidak. Bersyukur karena ia tidak harus bersusah payah mencarinya di seluruh penjuru kota.
“Saya mau mengunjungi tahanan atas nama Bagas.”
“Baik, mari saya antar.”
Sembari menunggu Bagas, Yesa menyiapkan makanan yang sengaja ia bawa banyak ke paper bag lain.
“Ke sini lagi. Gue capek ngusir lo, Mas.” Sapa Bagas duduk di hadapan Yesa.
“Gitu cara nyambut SATU-SATUNYA keluarga yang MAU jengukin lo?” Yesa yang sudah tidak tahan dengan sikap arogan Bagas pun menjawab.
Bagas diam. Malas berdebat membiarkan Yesa berceloteh sendiri hingga jam kunjungan selesai seperti biasanya.
“Bagas, stop nyusahin Mas. Stop bersikap kayak gini. Mas masih peduli sama lo. Tolong, hargai usaha Mas buat selalu peduli sama lo. Mas udah nggak maksa lo ngasih tau di mana Sangrilla. Mas percaya dia udah hidup layak, sekarang tugas Mas ngerawat lo. Peduli sama lo. Dan itu sama sekali nggak ada artinya di mata lo?”
Masih tak ada jawaban, Yesa menyerah.
“Fine. Terserah. Ini makanan buat lo. Dimakan. Bukan dibuang. Ini juga terakhir kali Mas ngunjungin lo. Tadinya Mas mau ngasih tau lo, kalo perjuangan Mas Yesa buat meringankan masa hukuman lo nggak sia-sia. Lo berhasil menjalani masa hukuman tiga tahun. Mas harap lo mau bersabar bentar. 3 tahun lumayan daripada 5 tahun. Gue harap lo makan nggak sakit, lo selalu sehat. Gue harap lo mau berubah, Bagas. Sampai jumpa 3 tahun lagi, itu pun kalo lo mau. Cari gue di sini, kalo lo masih butuh gue. Gue bakal nerima lo dengan tangan terbuka selepas gimana lo memperlakukan gue. Pulang ke gue ya, setelah bebas nanti. Gue tetep nunggu lo pulang.”
Kalimat panjang Yesa berhasil membuat hati Bagas mencelos. Masih sesayang itu rupanya.
Yesa mengakhiri pertemuan terakhir mereka. Sebelum Bagas sempat ingin berbicara padanya sekedar meminta maaf.
Yesa pergi dengan membawa kantung makanan lain. Meninggalkan Bagas yang menangis menyesali sikapnya selama ini.
“Mas.. maaf. Gue pasti pulang,” gumamnya sembari meremat kuat sepotong kertas berisikan alamat kontrakan Yesa.
***
“Saya ingin mengunjungi tahanan atas nama Cindy yang ditahan atas kasus percobaan pembunuhan.”
***
“Cindy, kamu dapat kunjungan dari keluarga.”
Cindy yang dipanggil namanya mendongak.
“Saya nggak punya keluarga.”
“Ayo keluar! Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu.”
Menghela napas panjang, Cindy berdiri lalu mengikuti perintah polisi wanita yang menjaga sel tahanan.
***
“Lo siapa?”
Yesa tersentak ketika suara perempuan menggelegar di ruang kunjungan tempatnya menunggu tahanan yang bernama Cindy.
Cantik. Perempuan secantik ini menjadi pelaku tindakan kriminal? Dan orang yang tega menghancurkan dunia temannya?
“Lo... Cindy?”
“Lo pikir?”
Yesa menggosok telinganya canggung. Perempuan ini sangat sarkas.
“Oh ini, gue bawa makanan buat lo.” Yesa mendorong paper bag berisikan makanan yang sama seperti milik Bagas.
“Nggak perlu. Bawa balik aja.”
Cindy hendak berdiri, namun dengan cepat Yesa menahannya.
“Gue mau ngomong sama lo bentar aja, bisa? Ini penting.”
Cindy menepis tangan Yesa.
“Buruan. Gue sibuk.”
Yesa mengedipkan matanya sejenak. Tahanan sepertinya memang sibuk apa?
“Pertama, kenalin gue Yesa. Temennya Jenan.”
Mendengar nama Jenan, Cindy menoleh.
“Gue nggak pernah denger Jenan punya temen kayak lo. Gue kenal Jenan dan gue tau siapa aja yang deket sama dia.”
Yesa tersenyum maklum.
“Nggak. Lo nggak kenal Jenan. Buktinya, lo nggak tau gue yang udah temenan lama sama dia.”
Cindy mendengus kesal.
“To the point aja. Lo mau ngomong PENTING soal apa?”
“Gue cuma mau tanya, apa motif lo celakain Kian? Lo cemburu sama dia? Lo nggak suka sama dia? Apa?”
Cindy mencondongkan tubuhnya.
“Pertama, gue nggak kenal lo. Kedua, nggak usah sok akrab. Ketiga, bukan urusan lo.”
Cindy berdiri, meninggalkan Yesa yang terdiam karena ucapannya.
Sebelum ia benar-benar kembali ke sel tahanan, ia mengucapkan sesuatu yang membuat Yesa terperangah.
“Kalo gue nggak bisa dapetin Jenan, maka orang lain juga nggak boleh dapetin dia. Impas.”
© 2021, karayouuu
KAMU SEDANG MEMBACA
MONOCHROME [Completed]
General Fiction〖˒ first collaboration 〗˒ with nctzen's author ღ ➥ general fiction ; slice of life , college life , friendship. ✧ yesa alfidiaz dan upayanya mencari setitik warna dalam kehidupan