BAB 26

121 66 114
                                    

Halo! Selamat malam! Bagaimana sudah bakar-bakar sate? Mabok daging, gak?

Sehat-sehat terus, ya. Masker selalu pakai!

Larut malam. Sejin menelpon anak kecilnya tidak diangkat-angkat. Sudah lebih dari 10 kali panggilan. Kesal sendiri, menghubungi Songkang sama temannya juga tidak tahu. In Yeop sepertinya sedang main game karena panggilannya pun tidak dijawab juga. Sejin menyerah, membawa jaket hitamnya dan segera turun kebawah ingin mencari Hyema. Baru saja pintu elevator terbuka, anak kecilnya ada di depannya.

"Ahjussi? Mau keluar?" tanya Hyema yang tidak memiliki rasa bersalah sedikitpun. Padahal pria didepannya mati-matian menahan kecemasan. Matanya sembab, Sejin sadar. Ingin mengoceh pada awalnya tapi diurungkan.

"Hujan?" Hyema mengangguk. Sejin menarik Hyema masuk kedalam elevator, bukan menuju lantai dimana apartemennya berada. Malah membawa kekasihnya ke tempat tertinggi di gedung ini. Hyema tidak bertanya apapun, hanya menatap Sejin dan pria di depannya malah diam saja, tidak menjelaskan apapun.

Keluar elevator, menaiki tangga beberapa kali, dan membuka pintu. Sampai di tujuan. Rooftop apartemen dengan langit hitam Varosha Famagusta, hujan, hening, dingin. Tapi, itu semua menenangkan. "Ahjussi?"

"Kemarilah," kata Sejin kemudian pergi terlebih dahulu dan memasuki hujan yang besar. Menidurkan dirinya disana, dijatuhi air hujan yang banyak. Hyema masih terdiam. Tidak tahu tujuan Sejin mengajaknya kesini untuk apa.

"Kemarilah, ini penyembuhan," kata Sejin lagi lalu menepuk tempat kosong disampingnya.

Hyema tersenyum. Menuruti kemauan sang kekasih dan ikut menidurkan dirinya disamping Sejin. Damai, tenang. Tidak ada suara apapun selain suara bagaimana hujan turun yang menyentuh permukaan. Sejin membawa Hyema untuk tidur di dadanya. Mengusap pelan rambut kekasihnya. "Pejamkan saja matamu, cukup dengarkan suara hujan dan detak jantungku. Jangan pikirkan apapun lagi."

Hyema melakukannya. Tidak memikirkan apapun, hanya diam mendengarkan suara hujan dan detak jantung mereka yang bersamaan. Suara kesukaannya. Cukup, hanya hujan, dirinya dan Sejin. Ini lebih dari cukup untuk Hyema. Dunianya sudah hancur, Sejin obat terbaik. Hyema berterima kasih banyak karena pria yang sedang dipeluknya sekarang tidak banyak bertanya kenapa Hyema seperti ini.

Tidak banyak menuntut untuk selalu terbuka. Sejin percaya kepada Hyema. Membuat keduanya tidak pernah menuntut apapun, saling terbuka ketika ingin, saling menolong ketika ada masalah, saling mengerti satu sama lain. Menjadi kekasih pun bukan apa-apa harus dilaporkan. Terkadang mereka juga harus memiliki privasi sendiri. Keduanya memang sudah sama-sama saling mencintai dan memiliki rasa sakit yang teramat.

"Ahjussi."

"Ehm?"

Hyema mencium sekilas pipi kekasihnya, lalu kembali menidurkan dirinya di dada Sejin. "Terima kasih."

"Terima kasih sudah menyembuhkan ku, terima kasih sudah tidak bertanya aku kenapa, dan terima kasih sudah selalu di sampingku. Entah dalam kondisi apapun, aku ingin menceritakan semuanya. Tapi, sangat sulit. Membayangkannya saja memang sangat menyakitkan."

Sejin masih diam. Menciumi pelan-pelan pucuk kepala Hyema, dengan tangannya yang mengusap rambut Hyema yang sudah basah, dan satunya lagi menggenggam jari-jari kecil kekasihnya.

"Aku lelah, jika saja bisa hidup seperti ini dengan ahjussi. Mungkin akan sangat bahagia, bukan?"

"Kau memang harus selalu denganku." Sejin bangkit perlahan dari posisinya. Terduduk dan melihat Hyema yang sedikit menangis. "Menangislah, keluarkan semuanya." Peluknya langsung dan membuat anak kecilnya menangis, meremas keras bagian belakang jaket Sejin. Mengeluarkan semuanya. Suara tangisan Hyema begitu menyakitkan. Lebih menyakitkannya dirinya tidak tahu apapun kenapa kekasihnya seperti ini. Hyema hanya terus menangis dan semakin besar air hujan turun menembus kulit mereka. Dingin, lembab, kesakitan, kepedihan.

SAGATARES ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang