1.19

1.9K 253 17
                                    

Walaupun keadaan hati yang tidak baik, Chenle tidak akan berdiam diri dibalik selimutnya. Dari pagi ia sibuk membuat segala macam kue, sampai-sampai apartemennya kini tercium seperti toko roti.

Chenle sedang mengambil nastar dari dalam panggangan. Kue yang berisi selai nanas tersebut begitu cantik seperti kue-kue mahal yang dijual di luaran sana. Di sampingnya ada lima toples kue kastangel, tiga toples kue lidah kucing, tiga toples kue kacang dan masih banyak lagi telah berjejer dengan rapi. Ntah mau diapakan kue-kue itu nanti.

Suara bel mengalihkan focus Chenle. pemuda itu mengernyit, lalu bergegas keluar melihat siapa gerangan yang mengganggu kesenangannya. Ia mendengus mengetahui jika Renjun yang datang.

"Chenle kangen!!"

Baru saja Chenle membuka pintu, Renjun sudah menubruknya, memeluknya dengan erat.

"Kangen ih," ucapnya cemberut. "Lo lagi buat kue?" tanyanya sembari mnegendus udara.

Chenle mengangguk, lalu berjalan memasuki apart, menuju dapur.

"Gila! Lo mau jualan apa gimana Le?!" shok Renjun menatap satu persatu toples di meja dapur dan juga meja makan.

"Please ya Le. Kita di Indonesia sekarang. Bukan di Chicago. Kalau disana ada anak-anak yang makan. Kalau disini? Siapa?"

"Ya anak-anak juga. Ada Lucas, Jeno, Mar-"

"Tapi nggak sebanyak di sana Le. Lo pikir mereka nggak gumoh-gumoh makan kue lo?"

"Nanti gue kasih Austin biar di kasih anak-anak yang lain," jawab Chenle sambil memberi keju diatas kuenya.

"Ah terserah lah Le," ucap Renjun menggeleng-gelengkan kepalanya.

Renjun berjalan menuju sofa dan duduk disana. Dari tempatnya ia bisa melihat Chenle yang focus dengan kegiatannya. pemuda itu terlihat manis dengan tampilan sederhananya. Memang Chenle tidak dapat diragukan lagi.

"Lo berantam sama Guanlin?"

Chenle melirik Renjun sebentar, "Nggak."

"Bohong lo. Lo pikir gue hidup sama lo baru kemarin apa? 19 tahun Le. Dari gue lahir."

"Lah terus kalau lo tau ngapain tanya?" ucap Chenle.

Renjun mendengus, menatap Chenle yang sibuk mondar-mandir.

"Masalah apa?"

"Tanya aja sendiri sama tunangan lo," jawab Chenle datar.

Renjun menghela napas, menyandarkan tubuhnya pada badan sofa. Tidak perlu bertanya-tanya lagi. Di paksa pun Chenle tidak akan berbicara. Renjun sudah hapal dengan sifat Chenle.

"Bukain pintu Njun. Donghyuck ada di luar," perintah Chenle.

Renjun menurut. Tak menunggu lama Donghyuck datang dan langsung menghampiri Chenle.

"Lo buat kue banyak banget? Mau jualan?"

"Nggak. Buat di makan dong," jawab Chenle.

Donghyuck mengangguk, tangannya bergerilya mengambil nastar yang sangat menarik perhatiannya.

"Tuh kan Donghyuck aja sampai ngira lo mau jualan kue," cibir Renjun namun Chenle tak menanggapinya.

"Ehmm enak banget. Ini kalau di jual pasti laku banget. Jual aja deh Le."

"Makasih Hyuck. Lo orang sekian yang ngomong kalau kue gue itu enak banget," jawab Chenle tersenyum manis.

Di sofa sana Renjun mencibir. Mikisih Hyick. Li iring sikiin ying ngiming kilii kii gii iti inik bingit.

ARCADE | JICHENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang