2.7

1.6K 175 32
                                    

"Baba.. Baba.."

Chenle menunduk, menghampiri anak keduanya yang sudah siap untuk berangkat sekolah.

"Cio lagi sedih baba," bisik Dean pada telinga Chenle.

"Kenapa?" Tanya Chenle dengan pelan.

Dean kembali mendekatkan bibirnya pada telinga Chenle. "Cio sedih karena nggak kepilih jadi pengisi piano di ulangtahun yayasan nanti. Padahal awalnya udah kepilih gitu, udah fix. Tapi siswa yang berantem sama Rius kemarin, langsung ngadu ke orangtuanya, eh akhirnya jadi dia deh yang ngambil posisi Cio."

Chenle mengangguk, memang raut wajah anak pertamanya itu sedikit berbeda sejak kemarin. Memang Arbecio itu cuek, namun tak secuek ini.

"Mentang-mentan jadi anak donatur, jadi seenak jidat gitu.."

Chenle menghela napas, membenarkan ucapan Dean. Memang, terlihat jelas kemarin jika ibu dari anak yang bertengkar dengan Darius terlihat tidak mau kalah. Bahkan Tari ingin mengalah, namun Chenle langsung menolaknya. Tentu saja ia juga tak mau kalah. Toh anaknya dan Tari tidak salah. Mereka cuma mau membantu temannya yang terbully.

"Nanti kalian mau dijemput baba atau kakek nenek?"

Pertanyaan Chenle mengalihkan atensi keempat anaknya.

"Kalau baba sibuk, di jemput kakek nenek aja," jawab Arbecio dengan datar. Ia berjalan duluan keluar dari unit apartemen mereka.

Chenle menghela napas, membuat Arsen datang menggenggam tangannya dengan lembut.

"Kakek nenek aja baba. Soalnya kakek sama nenek sudah janji mau traktir kita makan es krim.."

Chenle mengelus pelan rambut hitam Arsen dengan sayang.

"Yaudah yuk berangkat.."

Didepan pintu, Arbecio menunggu mereka dengan tangan di saku celana. Matanya memicing menatap lelaki yang menatapnya tanpa berkedip. Ia merasa familiar dengan wajah itu. Ah, sepertinya teman SMA babanya.

"Cio yuk berang--"

"Lele!"

Lele tersentak, ia mendongak menatap Donghyuck yang tengah berdiri kaku di depan pintu unit apartemennya. Memang, apartemen Chenle yang ia tempati sekarang adalah apartemen miliknya 8 tahun yang lalu.

"Lo lele kan?!"

Chenle tersenyum kaku, mengangkat tangannya menyapa Donghyuck.

"Hai Donghyuck, apa kabar!"

***

Ingin rasanya Renjun mengumpati laki-laki bernama Jisung Putra Erlangga. Bagaimana ia tidak marah, lelaki itu sudah ada di ruang tamunya bersama kedua orangtuanya beserta kakeknya. Lelaki itu benar-benar ingin melamarnya. Padahal Renjun sudah menjelaskan semuanya pada orangtuanya bahwa perkataan Jisung hanya candaan belaka. Namun, sekarang...

Oh, bunuh saja Renjun sekarang

Renjun bingung, apa sebenarnya rencana dari Jisung. Ia tak mengerti kenapa secara tiba-tiba rencana Jisung berubah secara drastis seperti ini.

TOK TOK TOK

Renjun bergegas membuka pintunya, menatap sang Mommy yang tengah bersedekap dada menatapnya.

"Ayo turun.."

Renjun menghela napas. Tak peduli dengan penampilannya yang awut-awutan ia mengikuti langkah ibunya turun menuju ruang tamu rumahnya. Ia langsung tertuju duduk disamping Daddynya.

"Benar kalian berpacaran Renjun?"

Tanpa basa-basi sang Daddy langsung menembaknya dengan pertanyaan yang paling tak masuk akal.

ARCADE | JICHENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang