Chenle menutup panggilan dari Matthew dengan wajah mengeras. Kabar, dirinya yang masih hidup sudah mulai menyebar dikalangan musuhnya. Padahal, rencananya ia akan membongkar sendiri setelah memperingati hari kematiannya yang tinggal beberapa hari lagi. Ia sama sekali tak menyangka ini akan terjadi.
Ia menghela napas, menatap keempat anak-anaknya yang tengah sarapan, siap untuk bersekolah. Jujur, kini ia sangat mengkhawatirkan mereka. Ia tak mau, musuh-musuhnya menargetkan keempat anaknya.
"Baba!"
Chenle menoleh menatap Dean yang sudah siap dengan tas gendongnya. Sepertinya ia sudah terlalu lama melamun. Ia tak tau, sejak kapan anak-anaknya sudah selesai.
"Ayo berangkat baba!"
Chenle tersenyum, ia segera mengambil tas kerjanya dan berjalan menyusul anak-anaknya yang sudah berlari menuju lift.
Hufttt...
Ia berharap, tidak terjadi hal yang buruk nantinya.
"Baba-baba Cio terpilih jadi pemain piano di acara ulang tahun yayasan nanti loh!"
"Oh ya?" Chenle menatap si sulung, menyocokkan info yang ia terima dari Dean. "Benar sayang?"
"Iya baba. Tapi, belum pasti kok."
"Belum pasti gimana?"
"Aku cuma perwakilan aja. Nanti dipilih lagi yang paling terbaik."
"Tapi, Dean yakin, Cio pasti yang terpilih. Cio kan paling jago kalau main piano!"
Chenle terkekeh mendengar nada ceria Dean. Ia mengacak rambut sang anak saking gemasnya.
TING
Lift terbuka, Chenle keluar bersama keempat anaknya. Ia menyusuri basemant, menuju salah satu mobilnya yang tengah terparkir.
Namun, ia langsung menghentikan langkahnya, membuat anak-anaknya ikut berhenti dan menatapnya bingung.
"Kenapa baba?" Tanya Arsen. Namun ia segera mengetahui saat sang kakak pertama menyuruhnya untuk diam.
"Kalian masuk duluan ya. Cio, jaga adik-adik kamu yaa.."
Cio mengangguk sambil menerima kunci mobil milik sang baba. Ia segera menuntun adik-adiknya untuk masuk ke mobil.
Chenle, ia berjalan pelan menyusuri mobil-mobil yang tengah terparkir rapi. Matanya dengan awas, mencari sosok yang ia tau tengah memperhatikan dirinya.
BRAK
Chenle menolehkan kepalanya, mencari sumber suara. Matanya memanas saat melihat mobilnya yang sudah di tabrak dari belakang dengan keras. Segera ia berlari, membuka mobil mencari anak-anaknya.
"Baba!"
Dean yang duduk di bagian pinggir baris kedua segera memeluknya. Anak keduanya itu menangis dengan keras.
"Kalian ada yang luka?"
Arsen yang baru keluar dari mobil menggelengkan kepalanya.
"Untung saja kita sudah pakai sabuk pengaman dan airbag terbuka dengan sempurna baba..”
Chenle langsung menarik ketiga anaknya yang lain untuk ia peluk dengan erat. Sebisa mungkin air matanya ia tahan. Ia tak mau menangis di depan anak-anaknya.
"Baba, kita gapapa kok," ucap Abercio yang mengerti kegundahan dirinya. "Dean nangis pasti karena kaget doang.."
"Maafin baba, oke. Gara-gara baba kalian jadi gini.."
"Baba, kami mengerti. Jadi, stop nyalahin diri baba sendiri," kali ini si bungsu yang berbicara. Ia menarik tubuh Dean dan menghapus air mata sang kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCADE | JICHEN
FanfictionSeason 1 Chenle Albert seorang Agent yang harus menggantikan pekerjaan Guanlin karena paksaan dari Renjun, kekasih Guanlin. Pekerjaan yang baginya cukup mudah, hanya menjaga dari jauh anak lelaki pengusaha terkenal. Tapi, ternyata pekerjaan tak semu...