"Susah banget, sih, tadi soalnya. Mana dadakan gitu," keluh Oniel.
Delapan gadis itu sedang berada di kantin. Namun hari ini ada yang berbeda, kedelapan gadis yang dikenal pembuat ricuh kantin kini terlihat tak bergairah. Tidak ada konser, ataupun pantun konyol dari Ara, Mira, dan Dey.
Pelajaran pertama dan kedua hari ini cukup untuk membuat mereka terlihat suntuk seperti tak ada kehidupan.
Para murid yang sengaja datang cepat untuk menyaksikan konser Ara pun bertanya-tanya. Ada juga yang terlihat kecewa dan memutuskan untuk balik ke kelas.
"Iya. Gue tadi banyak ngasal. Mana hari ini gue sial banget," timpal Chika. Tangannya sibuk mengaduk jus mangga yang belum diminumnya sama sekali.
Ashel melirik ke arah Chika lemah, lalu kembali menghadap Dey di depannya.
"Iya. Tadi susah. Hari ini gue juga dipaksa mama kuras kolam renang sama Kak Anin."Ara menghembuskan nafas pelan. "Gue juga. Nanti disuruh jogging sama mama buat program diet," kata Ara dengan lemah. Matanya menerawang ke arah Bu Sumi, penjual batagor.
Dey melirik semua temannya. Beneran seperti orang mati.
"Buset. Orang tua kalian hari ini janjian ngasih tugas ke anak ye? Pada sial amat kalian," kata Dey.
"Gue bukan lagi karena mama, Dey. Adek gue juga ngeselin banget." Wajah Chika terlihat kesal mengingat kejadian tadi pagi. Postur tubuhnya semakin tertekuk.
"Christy?" tanya Gita sambil memutar bola natanya ke arah Chika.
"Yaiyalah. Emang sape lagi?" balas Chika.
Ashel berdecak, lalu menjawab pertanyaan Chika. "Ya siapa tau Freya. Kan adik lo dua."
Chika terdiam sejenak. Iya ya?
Namun ia kembali menjawab pertanyaan Gita. "Ya, kan, lo tau Freya gimana. Gak mungkin lah dia yang buat gue kesal," jawab Chika berdalih.
"Kayaknya iya deh. Hari ini gak mama gue, gak adek gue. Sama-sama buat esmosi." Kini Gita yang angkat bicara.
Tadi pagi tak sengaja adiknya merobek buku novel yang baru dibelinya. Gita yang baru saja selesai mandi langsung melotot dan memarahi adiknya. Namun mamanya malah balas memarahinya dengan alasan..
"Adik kamu masih kecil. Lagian itu bukunya ujung-ujungnya gak dibaca!"
Jika diingat kembali, Gita langsung menyimpulkan bahwa hari ini adalah hari paling buruk.
Semuanya menghela nafas pelan. Seperti sedang menanggung beban hidup yang berat.
Jam demi jam, menit demi menit, detik demi detik mereka lalui dengan tergesa-gesa. Rasanya ingin pulang lebih cepat.
"Puji Tuhan, akhirnya kelar juga ini sekolahnya," kata Dey saat bel sekolah berbunyi.
Tanpa menunggu teman-temannya, Dey langsung berlari keluar kelas. Sejenak Flora dan Oniel menatap heran ke arah Dey yang sudah hilang tanpa jejak.
Ara yang sudah selesai memasukkan alat tulisnya ke dalam tas, menggendong tasnya mendekati Flora dan Oniel yang masih memasukkan kotak pensil dan buku-buku ke dalam tas. "Dey mana?"
Oniel mengarahkan dagunya ke ambang pintu. "Gak tau. Keluar duluan dia."
Ara ikut terheran namun sedetik kemudian ia kembali menampilkan muka datarnya.
"Yok balik!" seru Oniel dengan semangat. Ia menggenggam kuat tasnya sambil melangkah keluar dengan sedikit meloncat riang. Terlihat seperti anak TK.