Jalan-jalan

1.8K 180 5
                                    

"Ini kenapa adeknya, Kak?"

Keempatnya masih setia berada di ruang tengah. Shani menunggu kedua putrinya untuk bercerita apa yang terjadi hingga membuat Christy pulang-pulang menangis seperti ini.

Chika menarik nafas, lalu menghembuskan pelan. Dalam pikirannya, ia sudah siap jika sore ini akan terkena semprotan maut Shani.

"Tengkar, Mam."

Alis Shani bertaut, lalu kembali rileks. Sudah ia duga, masalahnya tak lepas dari pertengkaran.

"Kenapa bisa seperti itu? Apa yang ditengkarin?"

Shani masih menunggu perkataan Chika selanjutnya sembari tangannya mengusap bauu Christy.

"Ya, tengkar biasa aja kok, Ma." Chika kehabisan kata. Tiba-tiba dirinya jadi lupa apa yang akan dibicarakan.

"Ya tengkarnya gimana?" tanya Shani.

Untuk kesekian kalinya Chika membuang nafas pelan. Ada jeda sebentar sebelum ia kembali bersuara.

"Kayaknya kakak hari ini agak sensitif deh, Ma. Tadi kakak kayak agak kesal aja sama adek karena dia ngejawabnya menurut kakak agak gak sopan."

Shani menoleh ke arah Christy yang masih terseguk-seguk namun sudah tidak menangis.

Christy yang paham akan tatapan Shani yang meminta penjelasan, mulai bersuara.

"Pa-dahal kakak jawabnya bia-sa aja, Ma. Gak' ngegas ju-juga," ucap Christy. Bicaranya masih terputus-putus karena sehabis menangis.

"Iya iya. Kakak yang salah, Ma. Tadi aku yang bentak-bentak," kata Chika sembari tangannya kembali memeluk Christy.

"Hm hm hm. Baru aja tadi pagi mama bilangin, udah diulang lagi," ucap Shani dengan heran. Kedua putrinya ini selalu ada topik untuk dijadikan pertengkaran.

Shani mengusap air mata Christy lalu memeluknya. Christy juga membalas pelukan Shani dengan erat.

"Udah. Kakak minta maaf ke adeknya," kata Shani.

"Dek."

Christy tidak menoleh. Kepalanya masih setia masuk ke dalam pelukan Shani.

Shani melonggarkan pelukannya, menatap Christy. "Dijawab, dong, kakaknya. Kan mau minta maaf."

Christy menoleh ke arah Chika yang sudah tersenyum lembut.

"Iya."

Shani mengernyit, merasa kurang puas dengan jawaban Christy yang sangat singkat.

"Iya apa?"

"Iya dimaafin."

Shani terkekeh, begitu juga dengan Chika. Freya pun juga ikut tertawa kecil.

"Yaudah. Gih naik ke atas, ganti baju, bentar lagi Abang pulang," kata Shani.

Chika dan Christy mengangguk. Keduanya berdiri. Tangan Chika langsung merangkul bahu Christy dan membawa Christy meninggalkan ruang tengah.

Freya menatap kedua kakaknya itu dengan tersenyum. Kali ini ia tidak merasa cemburu, melainkan lega. Seingin-inginnya Freya diperhatikan Chika, namun tetaplah keinginan terbesarnya adalah keluarganya tak ada pertengkaran.

Tatapan Shani beralih pada Freya yang melihat tangga yang sebelumnya ada sosok Chika dan Christy namun sekarang sudah naik ke atas.

"Sayang. Freya gak papa?" tanya Shani.

Freya tersadar. Menoleh kepada mamanya yang menatap khawatir kepadanya.

"Iya, Ma. Gak papa. Kenapa?" Kini Freya yang bertanya. Ia bingung kenapa mamanya tiba-tiba menanyakan keadaannya.

ApologizeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang