Mira menghela nafas pelan sebelum membuka pintu kamar Chika yang sebelumnya ia ketok dulu. Attitude yang sudah paten sebelum masuk kamar orang maupun di dalam tidak ada orang atau lagi sibuk adalah, mengetok pintu.
Aroma pengharum ruangan Chika langsung menembus hidung Mira. Mira bisa merasakan dingin yang teramat saat kakinya menginjak lantai kamar Chika.
"Ini berapa celcius anjir, dingin banget," ucap Mira pelan sambil mengeratkan jaket pada tubuhnya.
Matanya menangkap Chika yang masih tertidur dengan mata yang--wow-- bengap banget membuatnya meringis pelan.
"Sekarang gue harus gimana? Duduk dimana? Haduh," desah Mira pelan dengan mengerdarkan pandangannya ke sekeliling kamar Chika.
Ia pun memutuskan untuk duduk di lantai samping kasur Chika. Lagipun lantai ini pasti 1000% bersih tanpa noda.
Tanpa sadar Mira menatap Chika. Sedih juga ya liat Chika begini, pikirnya.
"Mendingan lo marah-marah tiap hari dah. Lo ngeri amat kalo lagi sedih," monolog Mira lalu mengalihkan pandangannya ke depan ke arah balkon Chika yang terhalang oleh pintu kaca.
"Mir."
Suara Chika mengagetkan Mira namun gadis itu berusaha kalem dan menoleh ke arah Chika.
"Udah bangun lo, Chik. Tidur aja lagi."
Chika tidak menjawab, ia mengikuti arah pandang Mira ke arah balkon kamarnya.
"Aku kangen Freya, hiks..."
Mira membiarkan Chika menangis, mungkin banyak kata dan beban yang ingin ia keluarkan. Mira menggenggam tangan Chika, memberinya kekuatan.
"A-aku..."
"Aku jahat banget sama adek aku, Mir. Mungkin kamu kalo ngeliat kita biasa aja, tapi sebenarnya gak gitu. Aku gak pernah perhatiin Freya kayak Christy."
"Aku selalu marahin dia tanpa alasan, gak pernah nemenin dia tidur atau belajar, ngajak main gak pernah padahal aku sering banget ke kamar Christy. Freya cuman main sama ikan di rumah, kadang juga sama pelayan di rumah."
"Kita gak pernah tau kalo Freya suka bubur ayam. Padahal Freya tau semua makanan kesukaan keluarga ini tapi cuman dia yang kita belum tau makanan kesukaannya. Dia selalu sambut aku tiap mau sarapan, pulang sekolah. Nanyain keadaan aku walaupun aku sama sekali gak pernah berniat ngomong sama dia kalo gak penting. Kadang juga aku responnya kasar banget."
"Aku kakak terburuk yang pernah ada. Freya itu malaikat bagi aku sama keluarga aku, Mir. Gak pernah absen untuk jadi obat bagi keluarga aku walau kita jarang merhatiin Freya."
Mira masih diam namun sedikit tertohok akan pernyataan Chika. Mira tidak pernah tahu bahwa hubungan Chika dan Freya seburuk itu.
Ingatannya berputar saat Chika berada di sekolah. Memang sih, Chika suka lupa jika ia mempunyai dua adik.
"Aku harus cari Freya, Mir. Aku harus minta maaf." Tangis Chika semakin deras, genggaman pada tangan Mira juga semakin kuat.
"Aku gak pantes jadi kakak buat Freya, Mir. Apa Freya hilang karena keluarganya kayak neraka bagi dia ya, Mir? Yakan, Mir? Freya benci sama aku. Aku kakak terburuk."
"Heh, ngomongnya sembarangan! Sshh, udah udah. Lo gak usah mikir macem-macem, semuanya udah berlalu. Kita cari Freya sama-sama, pasti ketemu."
"Jangan ngomong kayak gitu. Mana mungkin Freya marah sama kamu. Kamu kakaknya, dia gak mungkin bisa benci sama kakaknya sendiri."
Mira beralih duduk di sisi kasur Chika dengan tangannya yang mengelus lembut tangan Chika.
Chika masih terus menangis. Perkataan Jean sungguh terbayang-bayang di otaknya. Memikirkan perlakuannya kepada Freya selama ini memang jauh dari perlakuan kakak yang seharusnya.