Mira menunggu Chika di kursi panjang depan ruangan Kinal. Kursi ini sangat nyaman sekali untuk duduk, koridor ruang kepala sekolah ini juga sangat sepi dan dingin.
Mira menoleh saat pintu ruang Kinal terbuka. Menampakkan dua sosok yang ia kenali, Kinal dan--Chika yang menangis?
"E-eh?"
"Amirah, saya minta tolong kamu ambilkan tas beserta barang-barang Chika di kelas, ya?"
Mira yang baru saja ingin bertanya kini menatap bingung namun ia mengangguk.
"Chika gak papa, Bu?" tanyanya sebelum pergi menuju kelas.
"Udah, kamu ambilin aja sekarang."
Tanpa bertanya lagi Mira segera berlari menuju kelas dengan cepat. Ia bertanya-tanya apa yang terjadi pada Chika hingga mata anak itu terlihat seperti menahan air mata.
"Bodo amat, lah. Yang penting-penting gue ambil tas Chika dulu," batin Mira.
Mira berhenti saat pintu kelas sudah berada di depan matanya. Terdengar suara guru di dalam kelas sedang mengajar.
Tok tok tok.
"Masuk," sahut murid di dalam kelas dengan kompak.
Mira membuka pintu dan membungkuk singkat saat melihat guru yang mengajar--Bu Nadine--melihat Mira.
"Permisi, Bu, saya mau ambil tas Yessica."
Bu Nadine yang sudah mendapat izin lewat chat dari Bu Kinal langsung mempersilahkan Mira mengambil barang-barang Chika.
Perhatian kelas kini tertuju pada Mira. Bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.
"Mir," panggil Ara pelan.
"Mir, Chika kenapa weh?" Tak hanya Ara, Gita juga ikut bertanya.
"Sst, diem." Tak menghiraukan panggilan teman-temannya, ia segera menggendong tas Chika dan berbalik untuk keluar kelas.
"Terima kasih, Bu," kata Mira sebelum ia menutup pintu.
Mira memelankan langkahnya saat koridor kepala sekolah tinggal beberapa langkah di depan.
Belum sempat Mira memanggil Chika dan Kinal yang sedang mengobrol, Chika langsung berlari dan memeluk Mira erat. "Mir..."
"Eh? Chika? Kenapa?" Mira membalas pelukan Chika walaupun sedikit kewalahan karena serangan Chika yang mendadak.
"Sopirnya sudah tunggu di depan, kamu bisa antar Chika, kan, ke depan?" ucap Kinal.
"I-iya, Bu," jawab Mira masih bingung dengan apa yang terjadi.
Mira membawa Chika menyusuri koridor yang sepi, ya pelajaran masih berlangsung sehingga tidak ada yang berada di luar kelas.
"Chika, kenapa?" Mira masih mengusap-usap punggung Chika, memberi ketenangan pada gadis itu.
Chika masih terus diam, tak menangis namun tak tersenyum juga. Ia memegang tangan Mira cukup erat seakan tidak ingin gadis itu menjauh 1 cm pun darinya.
Hal itu membuat tangan Mira sedikit terasa sakit namun karena keadaan Chika yang sepertinya jauh dari kata baik, ia membiarkan saja.
Pak Toni sudah terlihat di jalur penjemputan sekolah, wajahnya juga tidak bersahabat alias tidak tersenyum seperti biasanya. Ada apa, sih?
Mira membuka pintu lobi dengan satu tangan sebab tangan lainnya terus dipegang Chika.
Setelah menutup pintu, Mira dan Chika berjalan lebih cepat menuju Pak Toni yang sudah membukakan pintu untuk Chika.