"Nah, ini enak banget, Chik, hulornya."
Mira mendekat ke arah gerobak hulor dimana ada penjual yang sedang memasak untuk pengunjung lainnya. Tempat ini lumayan rame walaupun letaknya di pinggir jalan.
Chika mengekori Mira dari belakang dan genggaman jarinya pada Mira semakin ia eratkan. Chika yang jarang keluar rumah selain bersama keluarganya ini tentunya sedikit parno saat berada di keramaian, belum lagi Chika pernah hampir diculik waktu umurnya masih kecil.
"Pak, hulornya dua, ya. Satunya pedes, satunya--" Mira melirik ke arah Chika. Chika yang mengerti langsung menjawab,
"Gak pedes."
Tukang hulor yang sudah lumayan mengenal Mira itu mengancungkan jempolnya lalu kembali fokus dengan pesanan yang sedang ia buat.
"Jadi makan di motor?"
"Iya, Mir, rame banget tempat duduknya," kata Chika dengan pelan, takut menyinggung tukang hulor yang sedang memasak ini.
"Makannya di sini, toh?" tanya tukang itu tanpa mengalihkan pandangannya.
"Iya, Pak, tapi saya sama temen saya makan di motor aja," jawab Mira sopan. Tukang hulor itu hanya mengangguk dan setelah itu tidak ada lagi percakapan keduanya.
Chika lebih memepetkan tubuhnya kepada Mira saat ada orang yang baru saja melewati mereka untuk memesan hulor.
Mira dibuat sedikit sesak jadinya karena ia sudah berada di ujung trotoar. "Chik, ngapa lo jadi makin mepet, sih. Tangan lo udah gue pegang, lengan gue udah lo gandeng, kaki gue udah lo jepit. Sekalian aja Chik badan gue lo ambil."
Chika memukul pelan bahu Mira. "Gue takut, Mir, ke tempat rame. Apalagi gak ada orang tua gue," ucap dengan raut sedih. Ia sedih karena tak seberani Mira dan teman-temannya yang sudah biasa ke tempat ramai sendirian.
"Ih anak mami banget," sahut Mira membuat tangan Chika mendarat di keningnya dengan sedikit keras.
"Tangan lo bisa diem aja gak, sih?!"
"Lain kali kalo gue mau hulor, lo temenin ya, Mir?" Chika berbalik bertanya tanpa menghiraukan omelan Mira.
"Gak ah, males."
"Ish, kan. Males bet gue males."
"Tapi jangan dadakan ya anjir, kabarin dari setahun sebelumnya."
Kembali Chika mencubit pinggang gadis itu hingga membuat Mira berjengit kesakitan.
"Iya, Chik! Bercanda gue, aduh, sakit!"
Jawaban Mira sukses membuat senyum Chika kembali mengembang serta kekehannya.
"Mira perhatian banget."
"Ck, jangan sering juga ya, gue sibuk."
"Dih."
"Mir," panggil tukang itu sembari menyodorkan dua piring hulor yang dialasi oleh kertas makanan.
Chika dan Mira yang tadinya mengobrol langsung menoleh ke arah tukang hulor itu.
"Makasih, ya, Pak," kata Mira.
Tanpa mengikis jarak antara dirinya dengan Mira, Chika membawa piring itu dengan hati-hati hingga mereka sampai di atas motor Mira.
"Nah, terus kita mau duduk gimana?" Kini Mira yang bertanya karena sepertinya tidak enak sekali posisi makan di motor.
Chika juga ikut berpikir. "Kalo gitu duduk di situ aja, deh, Mir." Chika menunjuk trotoar kecil yang juga diduduki beberapa pembeli dan orang-orang.