Happy reading
Hatinya seperti gitar yang babak belur. Karena kehidupan yang dihabiskan di jalan, tetapi masih mampu menghasilkan musik
yang indah.
........."Capek gue, ngomong sama orang sok drama kaya lo. Oh ya untuk kalian semua apa kalian percaya sama omongan orang yang nggak ada bukti kalau dia nggak salah? Apa lebih percaya sama orang yang punya bukti yang akurat kalau orang itu yang salah? Kalian pilih yang mana?" tanya Kania menatap seluruh orang yang berada di sini.
Semua orang nampak diam menatap satu sama lain. "Gue si lebih percaya sama orang yang punya bukti, dari pada cuman modal ngomong," celetuk salah seorang gadis membuat Manda yang masih berada di sana semakin tersudut.
"Kania!" bentaknya menatap Kania dengan emosi.
"Apa?! Udah sadar kan lo sama perbuatan jahat lo selama ini."
"Awas lo ya Kan, gue akan balas perbuatan lo!" ucapnya seraya menodorong bahu Kania dengan cukup keras, setelah itu Manda langsung beranjak pergi dari sana.
Semua orang langsung menyoraki Manda dengan keras ketika Manda tiba-tiba pergi. Kania bernafas lega akhirnya misinya untuk membongkar kejahatan Manda berhasil selama ini. Ia melirik Marsha yang kini hanya bisa diam di sampingnya.
"Sha," panggil Kania menepuk bahu Marsha.
Marsha menoleh mendapati wajah Kania yang sedang menatapnya.
"Lo nggak papa?"
"Gue masih nggak percaya Kan sama Manda."
"Nggak usah di pikirin, memang ini sulit buat lo tapi ini kenyataanya Sha."
Atas kejadian ini Dion merasa lega, akhirnya ia bisa mengetahui juga orang yang mencelakai papahnya selama ini. Ia bersyukur bisa mempunyai sepupu sebaik Kania dalam hidupnya, karena saudara yang lainnya hanya bisa memanfaatkan kekayaan ayahnya saja.
Ia ingin berterima kasih lagi kepada Kania. Tapi ketika ia hendak kesana ada Marsha yang membuat Dion ingin melangkah maju otomatis mundur ke belakang. Ia tidak bisa menemui Marsha, ia tidak bisa melihat matanya yang selalu membuat ia semakin bersalah dengan apa yang ia perbuat dengannya selama ini.
"Kalau mau kesana-kesana aja Yon," tepuk Reyhan yang mengerti dengan keadaan Dion sekarang.
"Gue nggak sanggup liat dia Rey, gue takut dia benci sama gue," lirihnya menatap Marsha dari kejauhan.
Reyhan menghembuskan napas panjang, "yang sabar yah gue masuk dulu udah bel," pamitnya seraya menepuk-nepukkan bahu Dion memberi semangat.
Dion hanya membalas dengan menganggukkan kepalanya, ia terus menghela napasnya berulang-ulang. Memejamkan matanya seraya terus memikirkan kesalahan-kesalahan yang ia perbuat oleh Marsha. Jujur ia sangat menyesali perbuatannya ini, demi sebuah janjinya dengan Manda sahabat yang mengkhianatinya.
🌼🌼🌼
Setelah bel istirahat berbunyi beberapa menit yang lalu, Marsha segera menuju ke ruang musik untuk menemui Dion, tapi ketika ia sudah sampai disana hanya ada ruang kosong yang menyelimutinya.
"Udah jam segini belum datang juga, gue kira dia tepat waktu," keluhnya menatap jam tangan berwarna putih di pergelangan tangannya.
Marsha terus menunggu Dion di kursi dekat jendela sembari memainkan ponselnya yang terus menyala karena pesan dari Caca. Detik demi detik terus berlalu tapi tak kunjung-kunjung juga Dion datang ke ruang musik. Hanya ada orang-orang eskul yang mulai berdatangan kesini, setiap rabu memang anak eskul musik selalu latihan setiap pulang sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marsha
Teen Fiction"BANGUN ... ANAK NYUSAHIN." "Mah... jangan... mah, Marsha minta... maaf," lirih Marsha tersedu-sedu, kala sebuah pukulan cambuk sudah melukai tubuhnya lagi dengan begitu kerasnya. "Saya tidak akan biarkan kamu ampun!" °°°°°°°° "Lo apaan si Man ngomo...