#9 momen

409 40 12
                                    

Freya berkacak pinggang kala semua urusan di kamarnya sudah beres. Gadis itu menatap jam berbentuk kotak kecil yang selalu ia taruh di nakas samping tempat tidur. Mungkin semuanya telah berbeda tetapi Freya tidak mau hal yang satu itu berubah, jam menunjukkan pukul 11 siang.

Irish izin pergi beberapa saat lalu setelah selesai dengan barang-barang mililknya. Irish bilang ada urusan kecil yang harus segera diselesaikan, dan tentu Freya tak mau banyak tanya akan hal apa yang Irish maksud.

Terkadang, terlalu banyak bertanya juga tidak baik.

"Bosan banget deh." hela Freya memanyunkan bibirnya.

Dan sekarang ia merasa kesepian. Tak ada satu orang pun yang bisa Freya ajak bicara. Atau mungkin ada, sesuatu yang tak dapat terlihat.

Terlalu banyak menonton film horor bersama Meisya dan Naila membuat Freya menjadi penakut.

Dan sekarang ada keinginan untuk bertemu Dayton tetapi pria itu masih dalam masa pemeriksaan. Sehingga tak boleh bertemu keluarga atau kerabat terlebih dahulu.

Kedua sahabatnya bersekolah. Ternyata diskors tak semenyenangkan yang Freya pikir. Setidaknya tidak untuk saat ini.

"Hmm." gumam Freya halus.

Tetapi tunggu, Freya rasa ia bisa berkeliling di sekitar pemukiman. Itu dapat membantu Freya untuk lebih mengenal sekitar, juga seperti apa tempat yang dirinya dan Irish tempati.

Gadis itu segera bangkit dari duduknya dan berjalan keluar rumah.

"Oke, udah gue kunci." ujar Freya pada diri sendiri seraya mengunci rumahnya. Masing-masing dari dirinya dan Irish mempunyai kunci kontrakan pribadi.

Saat Freya berkeliling. Tidak bohong, tempat di sekitar tak buruk. Ia merasa bodoh sempat mengira tidak akan menyukai tempatnya yang baru.

"Wah, rumahnya cantik banget." kagum Freya. Bukan karena luas dan megah, tetapi dekorasi dan ukirannya begitu terlihat indah.

"Boleh buat contoh rumah gue sama Saguna nanti, kalau kita udah nikah." ujar Freya masih menatap rumah di ujung jalan.

"Terus kita punya dua anak. Satu cowok dan satu cewek. Punya kebun di belakang rumah. Jadi kita berempat bisa berkebun bareng." khayalan Freya semakin menjadi.

"Gak sabar dipanggil Freya zayyan." gumamnya lagi lebih semangat. "Latihan dulu kali, ya?"

Freya berjalan tiga langkah dengan dagunya yang terangkat tinggi lalu membuat suara "Nyonya Freya zayyan." berakting seperti seseorang telah memanggilnya.

Dengan gerakan penuh drama. Freya membalikkan tubuhnya, "Iya-"

Belum selesai Freya dengan asupan kegilaannya. Sebuah mobil datang, sedikit menyerempet membuat Freya terjatuh.

Kejadian itu bak jawaban atas khayalannya. Jangan terlalu berharap.

"FIX! GAK WARAS NIH YANG BAWA MOBIL!" teriak Freya marah-marah.

"Sorry, sorry. Gue nggak sengaja," kata cowok berkaca mata hitam. Keluar dari mobil miliknya dengan tergesa-gesa.

Dan hal itu berhasil membuat Freya seketika melongo tak berpindah posisi sama sekali. Apakah ada lomba menjadi patung dadakan? Karena Freya sama sekali tak menunjukkan respon sampai cowok tadi kembali melontarkan pertanyaan.

"Lo nggak papa?" tanyanya seraya menggerakkan tangannya di depan wajah Freya.

"Ba-bang Jordan?"

Cowok yang sepertinya benar bernama Jordan, melepas kacamatanya. "Bentar, lo—Freya?" tanya Jordan setelah mengingat-ingat nama di kepalanya.

Saguna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang