#33 apa mau hati

63 8 6
                                    

Kring! Kring!

"Udah, Dodi. Jangan nangis terus, aku jadi bingung." ujar Meisya kala teman kelasnya menangis terus-menerus.

"Apa yang harus saya lakukan?" tangis Dodi semakin menjadi.

"Kamu pasti bisa kok, yakan Fani?" tanya Meisya meminta Fani untuk ikut bersuara.

"Iya, santai aja kenapa sih. Orang cuma disuruh roll depan doang masa gak bisa?" kata Fani yang sudah pening.

Ternyata tadi bel istirahat sudah berbunyi. Olahraga memang bukan mata pelajaran kelas mereka hari ini, tetapi mengingat Dodi sendiri belum mengambil nilai untuk diisi di rapot nanti membuat guru mereka meminta Dodi segera melakukannya setelah jam istirahat.

"Wahai saudari Meisya. Saya sengaja tidak bersekolah pada hari pengambilan nilai, dikarenakan saya tidak bisa roll depan." jelas Dodi ketakutan. "Entah apa yang akan terjadi, bisa-bisa tulang belakang saya akan mengalami keretakan. Atau mungkin leher saya akan terkilir?" lanjutnya histeris.

"Astaga, Dodi. Lo disuruh roll depan, bukan ikut perang dunia!" kesal Freya memegangi kepalanya yang sakit.

Sudah sakit mendengar cara Dodi berbicara, ditambah khawatir berlebihan Dodi yang tidak tertolong.

"Lagian mendadak banget. Si Dodi juga nggak bawa baju olahraga, kan?" ucap Fani.

"Iya, makanya Dodi harus pinjam sama anak IPS yang sekarang ada mata pelajaran olahraga." ujar Meisya bantu menjawab.

"Terus tunggu apa lagi? Sana lo pinjam baju olahraga, ngapain malah nangis? Nanti keburu bel masuk." suruh Freya kepada Dodi.

"Tetapi saudari Freya, saya takut-"

"Di." panggil Freya pelan. Suasana berubah macam di film horor, Dodi melihat awan-awan hitam mengerumuni gadis tersebut.

"Gue mau ke kantin. Mau makan. Mau minum. Tapi Meisya gak tega ninggalin lo nangis kaya bayi gede sendirian, jadi berhenti merengek dan pinjam baju!" teriak Freya tambah membuat Dodi menangis.

"Ya ampun, Dodi! Lo bukan anak umur lima tahun!" stress Freya dan Fani.

"Gue keluar duluan deh. Mau ambil buku paket di ruang guru." pamit Fani. Dari pada ikut pusing melihat kelakuan Dodi, lebih baik mengurus urusannya sendiri.

"Fani aja sampai pergi karena lo!" ujar Freya asal.

"Kamu yang sabar! Mungkin Dodi memang benar takut."

"Apa yang harus ditakuti, Meisya? Roll depan, bukan hantu."

"Mending gini aja, Frey. Kamu pinjamin baju olahraga ke kelas Aksa. Tadi aku udah kirim pesan, dia bilang datang dan langsung ambil aja." ujar Meisya.

"Dih, kenapa harus gue?!" tolak Freya.

"Tolongin Dodi."

"Gak dulu. Makasih." Freya masih menolak.

"Memang hanya saudari Meisya yang peduli terhadap Saya. Saudari Freya jahat. Kenapa kalian bisa berteman? Bagai bawang merah dan bawang putih!" kata Dodi sesegukan.

"Diam ya, bawang bombay." cerca Freya.

"Atau aku yang ambil terus kamu di sini temani Dodi."

"NGGAK!" jawab Freya sangat cepat. "Sekarang gue yang minta tolong, Sya. Jangan tinggal gue berdua sama nih manusia, gue masih mau jadi orang waras." kata Freya.

"Jadi?"

"Oke! Gue ambil bajunya. Biar cepat selesai. Biar kita bisa cepat ke kantin dan pergi menjauh dari manusia setengah ubur-ubur ini." ujar Freya yang pada akhirnya setuju. Mau tak mau, dirinya harus mau.

"Terima kasih, wahai saudari-"

"Diam atau gue pukul?"

***

Freya berjalan lunglai menuju kelas Aksa, perutnya sudah keroncongan minta diberi asupan. Susah kala mempunyai teman yang sangat amat peduli dengan perasaan orang lain. Mau pergi bersama Naila tetapi gadis itu tidak masuk sekolah hari ini.

Sebenarnya Freya bisa saja pergi ke kantin sendiri, namun rasanya ada yang kurang jika tanpa Meisya.

"Aksa..." Freya bengong, memasuki kelas IPS 1 yang sunyi dan begitu sepi. Semua murid menghilang kecuali seorang siswa tengah duduk di bagian belakang.

"Cari Aksa?" tanya Saguna masih berfokus pada sebuah buku di tangannya.

"Iya." jawab Freya seadanya.

"Dia dan yang lain lagi di warung Mpok Siti." ujar Saguna mengangkat wajahnya menatap ke arah Freya. Menyebut tempat kumpul anggota Liberios yang letaknya sangat berdekatan dengan gedung sekolah mereka.

"Aksa sialan." geram Freya pelan. Harusnya cowok itu bilang, bukannya main pergi begitu saja.

"Mau apa cari Aksa?" tanya Saguna lagi.

Freya tersenyum sekilas. Bukan senyuman bahagia, senyuman yang justru mengarah ke rasa kasihan terhadap dirinya. Kini Freya malah berpikir bahwa Saguna sedikit peduli dengan apa yang sedang ia lakukan.

Bertanya, bukan berarti peduli.

"Mau pinjam baju olahraganya." jawab Freya dan Saguna hanya mengangguk mengerti. "Thanks buat infonya. Gue permisi, mau cari Aksa ke warung Mpok Siti." sambung Freya hendak melangkah pergi.

"Mau pinjam baju gue aja?"

Kaki Freya terpaku di tempat. Apa Freya salah dengar?

"Mau pinjam baju olahraga gue gak?" ulang Saguna kala tak mendapat jawaban dari Freya.

"Ng-"

"Dari pada lo ke Warung Mpok Siti buat samper Aksa." kata Saguna ada benarnya. "Atau tetap mau ke sana, terserah aja."

"Mau." jawab Freya tanpa banyak berpikir.

"Tapi bajunya habis gue pakai." Freya tahu, ia bisa melihat baju olahraga masih membaluti tubuh Saguna.

"Gak papa. Dodi yang pinjam, bukan buat gue." jawab Freya. Jam pelajaran olahraga memang sudah berlalu. Sama halnya dengan meminjam baju Aksa atau Saguna, keduanya sudah dipakai lebih dulu jadi tidak ada bedanya.

"Oh."

Setelahnya Saguna membuka baju olahraga yang sedang ia gunakan. Sebenarnya hal kecil, yang membuat Freya tercengang ialah Saguna melakukan tepat di depan matanya.

Tubuh Saguna terekspos sempurna. Lekukan demi lekukan terpahat begitu rapi, postur tubuh Saguna masuk ke dalam kategori idaman. Sepertinya Tuhan memang mengasihi ciptaannya ini.

Freya menautkan alisnya, menyadari memar di bagian perut Saguna. Perasaan Freya semakin tercampur aduk ketika cowok tersebut berbalik mengambil baju ganti, dan mendapati bekas luka di bahu kanan yang cukup besar.

"Ini." Saguna mengulurkan baju yang sudah ia semprot minyak wangi.

"Makasih." kata Freya menerima.

"Jadi lo lagi dekat sama Bang Jordan atau Dodi?" tanya Saguna.

"Hah?"

"Lo bilang itu buat Dodi."

Mungkinkah Saguna tengah melawak. Karena yang diucapkannya terdengar seperti lelucon gila.

"Lo kenal Dodi?" tanya Freya memastikan.

"Nggak."

Pantas saja.

"Apa maksud dari pertanyaan lo? Mau tau gue lagi dekat sama siapa, atau lagi menyebut gue sebagai cewek murahan yang dekat sama banyak cowok?"

Kembali ke setelan awal. Si pangeran berwajah tampan, tak tersentuh, tak tergapai yang tidak pernah menjawab pertanyaan atau pernyataan darinya.

"Ternyata masih sama. Masih gak tau sama apa yang hati lo mau." kata Freya sebelum beranjak keluar kelas.

***

Ish ish ishhhhh....
Ribet nih si Saguna,
Vote dan komen ya
sama follow juga mas brow xi xi xi

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Saguna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang