Untuk pertama kalinya, Freya datang ke atas rooftop sendirian. Tadi di kelas, Aksa bilang kepadanya bahwa tempat ini adalah tempat terbaik di sekolah untuk menenangkan diri.
Dan ya, ternyata itu benar adanya. Tidak terlalu buruk.
Saat sedang menikmati angin di siang yang tidak terlalu panas, Freya mendengar seseorang datang.
"Kenapa lo ikut ke sini, Sa? Gue mau sendirian dulu." ujar Freya lalu menoleh.
Oh sial. Itu bukan Aksa melainkan Saguna.
"Oke. Gue balik ke kelas." ujar Saguna berbalik.
"Jangan! Gue kira lo itu Aksa." kata Freya kelabakan.
Mendengarnya, Saguna kembali. Saguna duduk sedikit lebih jauh dari Freya, lebih tepatnya di sofa lapuk yang sengaja ditaruh di atas rooftop.
"Lo kenapa ke sini?" tanya Freya percaya diri. Mengira Saguna datang untuknya? Tidak mungkin.
"Lo ada di tempat gue dan Liberios." jawab Saguna. Menandakan bahwa seharusnya ia yang bertanya. Lagi pula dari tadi pagi Saguna tidak bersama Aksa dan yang lainnya. Jadi ia datang ke sini karena kehendaknya sendiri.
Freya merutuki dirinya. "Aksa yang bilang kalau gue boleh ke sini, dan-"
"Bebas. Lo boleh ke mana aja yang lo mau. Bukan urusan gue." ujar Saguna menyenderkan kepalanya. Mengistirahatkan tubuhnya sebentar.
"Lo gak keganggu kalau gue ada di sini?" kata Freya to the poin dan sedikit hati-hati.
"Enggak, selagi lo diam di tempat. Dan gak teriak-teriak kaya biasanya."
Tak ada alasan untuk pindah tempat. Freya kembali memusatkan perhatiannya kepada pemandangan. Freya mulai merasa sangat tenang. Sunyi dan sepi. Bahkan seketika Freya lupa tentang Saguna yang juga berada di sini.
Tetapi tiba-tiba cowok itu melemparkannya sesuatu. Freya menoleh dan mendapati permen, rasa stawberry. Rasa kesukaannya.
Freya tersenyum melihat Saguna yang juga tengah mengunyah permen. Sama persis seperti yang cowok itu lempar ke arahnya.
"Jordan tau masalah keluarga lo?" tanya Saguna tak memandang ke arah Freya sama sekali.
"Tau." jawab Freya membuka bungkus permennya.
Saguna mengangguk beberapa kali dengan kedua alis yang terangkat. "Jordan kan orang ter-update."
Saguna yang memulai percakapan membuat suasana hati Freya semakin membaik. Hingga tak bisa menahan sudut bibirnya yang terangkat sempurna.
"Tapi gue baru tau, Ka Jordan perhatian banget." jawab Freya.
"Contohnya?"
"Dia kasih gue pekerjaan. Terus tadi malam dia antar gue pulang." ujar Freya menjelaskan.
Di sana. Saguna malah terkekeh renyah. "Itu bukan perhatian. Tapi kasihan." ujarnya.
Dan tentu saja. Saguna tetaplah Saguna. Ucapannya yang terkadang seperti perban luka dan terkadang seperti pisau tajam. Dapat mengobati namun juga dapat membuat luka sebelumnya justru berubah menjadi lebih sakit.
"Gue gak liat itu di matanya."
Pada akhirnya. Saguna memusatkan pandangannya ke arah Freya.
"Rasa kasihan? pasti ada. Gue pantas dikasihani." jelas Freya. "Tapi gue liat memang Ka Jordan tulus membantu."
"Terkadang lo bisa liat apa maksud orang tertentu, dari mata mereka. Itu alasannya gue selalu menatap mata lawan bicara." Freya menoleh ke arah Saguna. Membuat tautan mata antara keduanya yang berlangsung cukup lama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Saguna
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Spin off cerita "Aksara" dapat dibaca terpisah <3 "Bisa diam gak?" "Jangan ganggu gue!" "Gue bukan pacar lo, Frey." Saguna Zayyan, cowok super dingin mengalahkan tumpukan salju di Kutub Utara. Setiap hari selalu dius...